4 Tahap Evaluasi Peraturan K3
Evaluasi Peraturan K3 meliputi mapping, identification, listing dan evaluation
Salah satu latar belakang diterapkannya K3 di tempat kerja adalah kewajiban memenuhinya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di negara kita, kewajiban penerapan K3 di tempat kerja dapat kita temui pada sejumlah peraturan perundang-undangan diantaranya adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Keselamatan dan Kesehatan di Tempat Kerja (SMK3).
Tidak hanya diwajibkan menurut peraturan negara kita, pemenuhan terhadap regulasi K3 juga menjadi salah satu butir yang dipersyaratkan di dalam standar internasional. Contohnya, ISO 45001:2018 pada subklausul 6.1.3 yang menyatakan bahwa organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara suatu proses dalam menentukan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bahaya dan risiko pada suatu organisasi hingga memastikan pemenuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut serta menyediakan sarana akses terhadap peraturan perundang-undangan terkini.
Ilustrasi Peraturan K3
Untuk itu, penilaian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait K3 semestinya juga harus dilakukan di tiap tempat kerja. Dengan begitu, organisasi dapat mengetahui gambaran tingkat kepatuhannya terhadap peraturan perundang-undangan dan membantu organisasi segera melaksanakan corrective action jika terdapat kewajiban secara regulasi yang belum dipenuhi sehingga terhindar dari sanksi atau denda oleh regulator. Adanya temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan bisa jadi menghambat kegiatan operasional di tempat kerja bahkan memberikan citra perusahaan yang buruk kepada publik.
Salah satu langkah untuk menilai kepatuhan organisasi terhadap peraturan perundang-undangan adalah dengan melakukan evaluasi pemenuhan peraturan perundang-undangan (evaluation of compliance of legal requirements). Dalam kenyataannya, setiap organisasi melaksanakan evaluasi ini secara periodik misalnya satu tahun sekali atau dua tahun sekali.
Namun, tinjauan dan revisi daftar peraturan perundang-undangan kerapkali tidak menunggu di akhir tahun ataupun akhir dua tahun sebab peraturan perundang-undangan pun keluar secara insidental sehingga perusahaan perlu tetap memastikan keterkinian daftar identifikasi peraturan perundangan yang dimiliki organisasi.
Bagi perusahaan yang belum pernah melakukan evaluasi kepatuhan peraturan perundangan K3 mungkin akan bertanya-tanya, “Darimana saya harus memulai? Apa yang perlu saya kerjakan terlebih dahulu?”. Hal ini bisa saja terjadi karena melimpahnya peraturan perundangan di negara kita (belum lagi identifikasi standar) dari tiap tingkatan hierarki peraturan perundangan maupun dari institusi yang mengeluarkannya.
Ditambah, jika kita ingin membuat evaluasi kepatuhan peraturan yang spesifik di suatu scope pekerjaan atau wilayah kerjanya. Maka dari itu, artikel ini akan membagikan suatu langkah sederhana untuk memulai evaluasi kepatuhan terhadap pemenuhan peraturan perundang-undangan K3.
Langkah evaluasi peraturan K3:
Daftar Isi
1.Mapping
a. Area
Akan lebih mudah bagi HSE Officer untuk mengidentifikasi peraturan apa saja yang perlu organisasinya patuhi dengan memetakan area kerja operasional suatu organisasi. Misalnya, pembagian area didasarkan pada letak geografisnya.
Sebab, peraturan perundang-undangan tiap daerah dapat berbeda (misalnya perda/pergub wilayah X melarang edaran minuman keras sementara perda/pergub wilayah Y memberikan izin edar minuman keras dengan ketentuan). Area kerja juga dapat didasarkan pada jenis pengelompokkan setting/natural tipe pekerjaan. Misalnya, area kerja workshop, area warehouse, area port/jetty, dan office/building.
Persyaratan peraturan untuk wilayah kerja area port sangat mungkin juga melibatkan pemenuhan aturan dari Kementerian Perhubungan, tidak hanya aturan Kemenaker dan Kementerian ESDM. Hal ini tentu berbeda dengan area kerja office/building yang pemenuhan persyaratan perundangannya terkait bangunan/gedung dan orang di dalamnya.
b.Work/task
Setelah area kerja didapatkan, HSE Officer dapat memetakan karakteristik pekerjaan/operasional di masing-masing area kerja tersebut. Misalkan, untuk area kerja warehouse maka bisa diidentifikasi jenis pekerjaan yang dilakukan di area tersebut, seperti stocking material, mobilisasi barang, dll. Lakukan identifikasi tahapan kerja yang menyeluruh.
c.Materials & Equipment
Pada tiap area kerja, identifikasi material/bahan apa saja yang digunakan dalam melaksanakan job/task di masing-masing area tersebut. Tidak hanya material/bahan namun juga alat/perangkat/mesin yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan.
Misalnya, apakah di lokasi Pelabuhan XYZ di Tanjung Priok pada pekerjaan pemeliharaan bangunan memakai B3? Apakah terdapat klinik di kantor yang menghasilkan limbah medis? Apakah kegiatan stocking material di Gudang ABC di Karawang menggunakan forklift? Tentunya terdapat persyaratan perundangan terkait penggunaan B3, penghasilan limbah B3, dan forklift yang wajib dipenuhi perusahaan.
d.person
Pada masing-masing area kerja juga diidentifikasi personil apa saja yang bertugas disitu. Hal ini menjadi lebih mudah karena sebelumnya karena kita sudah mengidentifikasi karakteristik pekerjaan dan bahan yang digunakan di area tersebut. Contoh, di gudang ABC di Karawang menggunakan forklift dan dioperasikan oleh seorang operator forklift. Maka, dapat diidentifikasi bahwa perlu mematuhi pemenuhan peraturan perundangan terkait kompetensi seorang operator forklift.
2. Identification
Pada langkah ini kita mengidentifikasi jenis peraturan perundangan negara. Identifikasi peraturan perundangan dapat membuat kita memahami jenis aturan berdasarkan institusi pembuatnya, tingkatan peraturan, dan sifat aturan itu sendiri. Peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan mengatur hak-kewajiban pekerja, hubungan industrial, dan segala hal terkait penggunaan sumber daya tenaga manusia.
Adapun peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM mengatur hal teknis dan administratif terkait pemanfaatan ESDM, seputar teknologi, alat dan kompetensi teknis, dan sebagainya. Begitu pun dengan peraturan yang dikeluarkan oleh kementerian lainnya. Dengan langkah mapping sebelumnya, sudah dapat membantu kita untuk melakukan tracking jenis peraturan menurut regulatornya.
Identifikasi peraturan memudahkan kita untuk mengetahui peraturan
Identifikasi aturan berdasarkan tingkatannya dapat kita bagi menurut hierarki peraturan perundangan-undangan. Hierarki peraturan perundangan saat ini diatur di dalam UU Nomor … Tahun … tentang …. Peraturan yang didalamnya dapat diberlakukan sanksi pidana dan denda terdapat pada dua jenis tingkatan peraturan yaitu Undang-Undang dan Peraturan Daerah/Gubernur.
Adapun jenis tingkatan peraturan lainnya menerapkan sanksi berupa administratif. Oleh karena itu, sepatutnya organisasi memerhatikan dengan baik persyaratan perundangan apa saja yang harus dipenuhi dari suatu Undang-Undang atau Perda/Pergub tertentu agar terhindari dari sanksi pidana dan denda. Setiap organisasi dapat menyesuaikan langkah identifikasi aturan ini menurut business core atau main business process mereka.
Identifikasi peraturan perundangan menurut sifatnya dapat dibagi menjadi peraturan yang bersifat normatif dan persyaratan teknis. Peraturan normatif biasanya berisi pengaturan topik masalah tertentu sedangkan peraturan yang berisi persyaratan teknis mengatur tentang pemenuhan standar teknis alat, personil, pengukuran, dan material. Contoh peraturan normatif yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Adapun contoh peraturan yang bersifat persyaratan teknis dapat ditemui pada peraturan dibawah tingkat Undang-Undang, misalnya Permenaker Nomor 9 Tahun 2016 tentang K3 Dalam Pekerjaan Pada Ketinggian.
Hal yang perlu diperhatikan juga pada saat identifikasi ini adalah masa berlaku/keterbaruan suatu peraturan. Pastikan bahwa peraturan yang kita identifikasi merupakan peraturan keluaran terbaru (tidak obsolete). Oleh karena itu, pada tahapan ini kita juga dapat sekaligus memperbarui daftar peraturan perundangan yang telah dimiliki sehingga bersih dari peraturan yang sudah tidak berlaku (obsolete).
3.Listing
Tahapan ini dapat dilakukan sejalan ketika kita melakukan identifikasi peraturan. Proses mendaftar jenis peraturan ini dapat menjadi lebih mudah dan cepat jika proses mapping di awal dilakukan dengan baik dan komprehensif. HSE Officer mendata setiap jenis peraturan perundangan yang timbul dari setiap area kerja aktivitas kerja yang didapatkan dari informasi mapping sebelumnya.
Pendataan Peraturan K3
Jangan lupa untuk membuang peraturan-peraturan perundangan yang sudah tidak berlaku (obsolete) dari daftar peraturan perundangan perusahaan. Jenis listing pun dapat dibuat berdasarkan jenis regulatornya atau dibagi menjadi beberapa section/area kerja. Keuntungannya adalah pekerja dapat lebih cepat memahami jenis dan nomor peraturan apa saja yang harus mereka penuhi di section/area kerja mereka jika HSE dapat membuat daftar peraturan perundangan berdasarkan lokasi kerja dibandingkan daftar peraturan perundangan secara umum.
4. Evaluating
Tahap evaluasi peraturan k3 dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, HSE Officer dapat menganalogikan pemenuhan suatu Pasal atau Ayat dengan skor 1 dan skor 0 jika tidak terpenuhinya Pasal atau Ayat yang dimaksud. Lalu, dihitung persentase pemenuhan peraturannya dari keseluruhan total Pasal atau Ayat yang harus dipenuhi dari seluruh jenis dan nomor peraturan perundangan.
Evaluasi secara kualitatif dilakukan dengan menafsirkan pemenuhan peraturan per pasal atau ayat dengan deskripsi berupa fakta implementasi yang dilakukan. Bisa juga dengan menyisipkan referensi dokumen perusahaan. Kedua metode evaluasi dapat digabungkan dalam satu dokumen kerja sehingga didapatkan hasil evaluasi pemenuhan yang lengkap.
Evaluasi peraturan k3 ini dapat dilakukan untuk tiap lokasi kerja atau jenis pekerjaan yang sudah kita kelompokkan pada tahapan mapping di awal. Keuntungannya adalah kita dapat mengetahui tingkatan pemenuhan peraturan perundangan di tiap-tiap lokasi/section kerja. Proses evaluasi ini melibatkan unsur pekerja, manajemen, dan personil di luar HSE untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya.
Secara umum, untuk melakukan Evaluation of Compliance dapat memakan waktu sekitar 3 hingga 6 bulan bergantung dari luas dan kompleksitas area kerja/jenis pekerjaan yang akan dievaluasi. Hasil akhir dari evaluasi ini dapat memberikan kita gambaran besar gap yang dihadapi perusahaan antara standar pemenuhan yang diminta dengan fakta penerapan yang sudah berjalan. Perlu keaktifan, rasa ingin tahu yang tinggi, dan ketelitian untuk menganalisis persyaratan pasal demi pasal bahkan ayat dari tiap peraturan perundangan.