Refugee Floor di Gedung Bertingkat
Masih Perlu Kajian Tentang Refugee Floor di Indonesia
Dalam pembahasan sebelumnya tentang Mengetahui Jalur Evakuasi di Gedung Bertingkat kita telah mengetahui tanggung jawab penghuni dan pengelola gedung bertingkat dalam mitigasi risiko keadaan darurat di gedung bertingkat. Kali ini, penulis akan coba membahas mengenai salah satu upaya mitigasi risiko keadaaan darurat di gedung bertingkat lainnya yaitu refugee floor di gedung bertingkat.
Hongkong telah lebih dulu menerapkan kebijakan tentang refugee floor. Di negara itu, telah terdapat kajian mengenai refugee floor dan manfaatnya jika diterapkan yang dilakukan oleh Siu Ming Lo dan Barry F. Mill. Dalam aspek preskriptif di Jakarta, refugee floor diwajibkan bagi gedung tinggi dengan ketinggian 24 lantai atau lebih. Hal ini diharapkan dapat menunjang mitigasi risiko keadaan darurat di gedung bertingkat dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Gambar Ilustrasi Refugee Floor di Gedung Bertingkat
Diakses dari : https://www.servicexcellence.gov.hk/images/content/services/2017/page14_3_en.jpg
Pengertian Refugee Floor
Refugee floor dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai lantai pengungsian atau lantai tempat berlindung sementara. Pengertian lain ditemukan di Peraturan Kepala Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Provinsi DKI Jakarta No. 3 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung di Bidang Arsitektur. Dalam peraturan tersebut, Refugee floor merupakan lantai tempat berlindung sementara atau ruang evakuasi bencana.
Persyaratan Refugee Floor
Dalam Peraturan Kepala Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Provinsi DKI Jakarta No. 3 Tahun 2014, refugee floor harus tersedia satu lantai atau lebih tiap interval 20 lantai. Kemudian refugee floor harus memiliki konstruksi dinding dengan tingkat ketahanan api tidak kurang dari dua jam.
Selain itu, refugee floor harus memiliki jarak tempuh yang berdekatan dengan tangga kebakaran diukur dari pintu jalan keluar koridor. Refugee floor harus memiliki lantai yang dirancang sebagai area berhimpun (holding area) dengan luas bersih tidak kurang dari 50% dari total luas lantai tersebut dan tinggi bersih ruangan tidak kurang dari 2,25 m.
Area berhimpun (holding area) harus berventilasi alami (cross ventilation) dengan bukaan permanen pada sekurang-kurangnya 2 sisi dinding luar, ketinggian bukaan harus tidak kurang dari 1200 mm tinggi dan area total dari bukaan ventilasi harus tidak kurang dari 25% area lantai dari area berhimpun. Kemudian Area berhimpun (holding area) dapat digunakan sebagai ruang untuk senam atau taman terbuka atau jalur setapak (joging track) dan harus bukan merupakan area komersial.
Kesimpulan
Kewajiban adanya refugee floor sebenarnya adalah kemajuan dalam bidang keselamatan publik terutama di gedung bertingkat yang seharusnya dapat di implementasikan. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat peluang untuk penelitian dalam efektifitas penerapan dan standarisasi refugee floor di gedung bertingkat di Indonesia karena masih sangat minim kajian tentang hal tersebut.
Semoga artikel ini dapat memberi inspirasi bagi rekan-rekan yang memiliki minat dalam penelitian keselamatan gedung bertingkat.
Penulis : Permana Eka Satria
Referensi
Siu Ming Lo, et al. 2006. A View to the Requirement of Designated Refuge Floors in High-rise Buildings in Hong Kong. Diakses dari https://www.iafss.org/publications/fss/5/737/view/fss_5-737.pdf
Peraturan Kepala Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Provinsi DKI Jakarta No. 3 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung di Bidang Arsitektur