Keselamatan Produk : Kepastian Perlindungan Konsumen
Tinjauan dari Aspek Keselamatan Konsumen
Berbicara tentang perlindungan konsumen, terdapat Undang-Undang No. 8 yang telah disahkan oleh Presiden B.J. Habibie dan diundangkan oleh Akbar Tandjung selaku Menteri Negara Sekretaris Negara Republik Indonesia kala itu, tepatnya pada tanggal 20 April tahun 1999.
Baca juga:
- standar rambu K3
- Standar warna helm safety
- 61 Rambu K3 Larangan
- Koleksi desain produk yang buruk
- 7 Warna Keselamatan Kerja
Sejak mulai diundangkan sampai saat ini (lebih dari 20 tahun), masih banyak masyarakat dan juga pelaku usaha yang belum mengetahui hak dan kewajibannya sebagai konsumen maupun pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Undang Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Sebelum lebih jauh membahas hal diatas, terlebih dahulu kita memahami apa sih maksud dari perlindungan konsumen?
Daftar Isi
Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepala konsumen. Dalam pasal 3 UU No. 8 tahun 1999, Perlindungan konsumen bertujuan untuk:
- meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
- mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
- meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
- menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
- menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
- meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan.
Kaitannya dengan keselamatan konsumen, Undang-undang diatas juga mengatur tentang Perlindungan Konsumen yang mencakup keselamatan produk dan jasa, seperti yang disebutkan di dalam Pasal 4 Hak Konsumen: Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa dan Pasal 7 Kewajiban pelaku usaha “memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggantian atas kerugian akibat penggunaan pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan”.
Hal ini, senada dengan apa yang dikemukaan oleh Mantan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dalam Pidatonya di hadapan kongres Amerika Serikat pada tanggal 15 Maret 1962 yang berjudul “A special Message for the Protection of Consumer Interest” memperkuat soal perlindungan konsumen. Dalam pidatonya, Kennedy meminta hak untuk memperoleh keselamatan (the right to safety), hak untuk memilih (the right to choose), hak untuk memperoleh informasi (the right to be informed), dan hak untuk didengarkan (right to be heard).
The right to safety, Penegasan hak ini ditujukan untuk mempertahankan konsumen terhadap cedera yang disebabkan oleh produk selain kendaraan mobil, dan menyiratkan bahwa produk tidak boleh membahayakan pengguna mereka jika penggunaan tersebut dilakukan sesuai dengan yang ditentukan.
Lantas, bagaimana upaya kita sebagai bangsa Indonesia yang tentunya sama-sama menginginkan terciptanya suatu produk dan jasa yang terpenuhi aspek keselamatannya?
Di Indonesia aspek keselamatan produk (product safety) belum ditangani secara baik dan komprehensif, berbeda dengan keselamatan makanan dan obat-obatan telah dilakukan oleh Badan POM. Sesuai dengan ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, salah satu aspek perlindungan konsumen adalah keselamatan dalam menggunakan produk barang dan jasa. Namun selama ini aspek perlindungan konsumen masih secara umum. Misalnya masalah harga, kualitas, promosi dan lainnya. Belum secara khsusus mengawasi aspek keselamatan produk.
Keselamatan produk telah berkembang diberbagai negara sejak lebih 30 tahun yang lalu. Kesadaran ini timbul karena semakin banyaknya kasus kecelakaan atau penyakit akibat penggunaan produk yang tidak aman. Masyarakat masih trauma akibat berbagai produk berbahaya yang dikonsumsi atau digunakan.
Angin segar berhembus dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
“Dalam rangka memasyarakatkan sikap keberpihakan masyarakat terhadap Perlindungan Konsumen khususnya kepada para Pelaku Usaha, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) sebagai lembaga yang diamanahkan oleh UUPK untuk mengembangkan upaya perlindungan konsumen akan mengadakan kegiatan pemberian apresiasi kepada pihak-pihak yang peduli akan perlindungan konsumen dengan nama “RAKSA NUGRAHA Indonesia Consumer Protection Award”. Penganugerahan Raksa Nugraha adalah apresiasi yang akan diberikan BPKN kepada para Pelaku Usaha”, disampaikan Rolas, selaku Wakil Ketua BPKN dalam acara sosialisasi penganugerahan kepada Pelaku usaha, Jakarta, 10 Juli 2019.
Raksa berarti penjaga atau pemelihara sedangkan Nugraha adalah anugerah atau kurnia, sehingga arti dari RAKSA NUGRAHA adalah Penjaga Anugerah, yang bermakna sebagai Pelindung Konsumen karena Konsumen adalah Anugerah, tidak ada konsumen maka pelaku usaha tidak akan ada. RAKSA NUGRAHA Indonesian Consumer Protection Award merupakan ajang penghargaan kepada pelaku usaha di Indonesia yang telah mau dan mampu menyelenggarakan program perlindungan konsumen sebagai wujud tanggung jawabnya untuk mendukung praktik bisnis yang baik, beretika dan bertanggung jawab agar dapat tumbuh berkelanjutan.
Penilaian RAKSA NUGRAHA menggunakan model bisnis kinerja unggul Malcolm Baldridge National Quality Award (MBNQA) dengan pendekatan pemeringkatan. Berbagai kalangan di Indonesia sudah mengadopsi MBNQA, diantaranya oleh kementerian/BUMN dalam menilai BUMN yang berkinerja unggul. Namun penekanan penilaiannya ini lebih menitikberatkan pada sistem Perindungan Konsumen yang direncanakan, diterapkan dan ditingkatkan secara berkelanjutan oleh Pelaku Usaha. Ada kuesioner sebagai instrumen penilaian yang disusun berdasarkan pendekatan MBNQA dan akan dilakukan penilaian/kriteria dengan konsep ADLI (Approach Deployment, Learning, Integration). Penilaian ini akan menempatkan Pelaku Usaha yang dinilai masuk dalam kelompok rating platinum, gold atau silver.
Upaya BPKN ini patut kita beri apresiasi. Namun, sayangnya di dalam PP 04/2019 yang merupakan pembaharuan terhadap PP 57/2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Syarat keanggotan BPKN sama sekali tidak menyebutkan unsur keselamatan. Hal ini dapat kita lihat penjabaran pasal 7 Huruf d:
- Angka (1) Unsur pemerintah diwakili oleh instansi teknis terkait yang menangani masalah Perlindungan Konsumen yang sekurang-kurangnya menangani bidang industri, perdagangan, kesehatan pertambangan, perhubungan dan keuangan.
- Angka (2) Unsur Pelaku Usaha diwakili oleh anggota asosiasi atau perkumpulan atau organisasi Pelaku Usaha.
- Angka (3) Unsur LPKSM diwakili oleh LPKSM yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah.
- Angka (4) Unsur akademisi diwakili oleh mereka yang berpendidikan tinggi dan anggota perguruan tinggi.
- Angka (5) Unsur tenaga ahli diwakili oleh mereka yang berpengalaman di bidang perlindungan konsumen.
Belajar dari Consumer Product Safety Commission
CPSC memiliki peraturan atas ribuan produk komersial dan wewenang yang memungkinkan untuk menetapkan standar kinerja, pengujian produk dan label peringatan, menuntut pemberitahuan segera dari produk yang cacat, dan, jika perlu, memaksa penarikan produk (recall).
Tampilan situs cpsc.gov
Sangat menarik, coba saja buka situs cpsc.gov. maka kita akan melihat berbagai macam informasi terkait keselamatan produk. Salah satunya ialah daftar dan jenis berbagai produk yang dapat membahayakan konsumen yang ditarik dari peredaran. Seperti produk yang di recall pada tanggal 11 Juli 2019, produk Gelas Mug dari China yang diimpor oleh perusahaan Fitz & Floyd Enterprises, LLC, of Newtown, Pa., and Lifetime Brands Inc., of Garden City, N.Y. Karena produk ini dapat pecah atau pecah saat digunakan / terkena cairan panas, menimbulkan bahaya luka bakar sehingga harus ditarik dari peredaran (Recall). Padahal mereka sudah memasarkan sekitar 150,000 unit mug di Amerika dan 3.500 unit di Kanada.
Bagaimanapun juga, sebaik-baiknya sistem dibuat, kembali kepada kepedulian kita sebagai masyarakat, seberapa peduli kita dengan keselamatan dan keamanan produk yang kita gunakan. Sama seperti kejadian kebakaran di Pabrik Korek Api, andaikan saja warga sekitar melaporkan perihal kejanggalan-kejanggalan yang ada, mungkin saja peristiwa mengenaskan itu dapat di cegah. Namun, mungkin saja warga yang mengetahui aktivitas illegal itu tidak melaporkan karena pabrik tersebut merupakan tempat mengais rezeki oleh tetangga atau bahkan keluarganya sendiri?
Maukah kita untuk saling bersinergi? Pedulikah kita untuk untuk melaporkannya?
Safety! Yes We Care!
Referensi:
https://cpsc.gov/Recalls/2019/Lifetime-Brands-Recalls-Fitz-and-Floyd-Nevaeh-White-Can-Mugs-Due-to-Burn-and-Laceration-Hazards [diakses pada tanggal 11 Juli 2019]
https://courses.lumenlearning.com/boundless-business/chapter/consumer-rights/ [diakses pada tanggal 11 Juli 2019]
https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/19/06/24/ptlzt1414-pabrik-mancis-yang-terbakar-langgar-6-aturan-ketenagakerjaan [diakses pada tanggal 11 Juli 2019]
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 2019 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Ramli, Soehatman. 2019. Global Trends in Safety 2020. Bekasi: Prosafe Institute.
Siaran Pers BPKN. “BPKN membuat terobosan RAKSA NUGRAHA”
Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Tulisan ini telah dimuat di majalah Isafety edisi 06/VII/2019 dengan judul “SEBONGKAH HARAPAN TERHADAP UU PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN BPKN DENGAN “RAKSA NUGRAHA”- NYA”. SIlahkan unduh disini!