Perubahan Perspektif Pengelolaan Lingkungan: From Cradle To Grave Menjadi From Cradle To Cradle
Daftar Isi
Era From Cradle to Graves
Kenal dengan rock band AlterBridge ? Bagi generasi milenial, keliatan banget kan saya angkatan tahun berapa. Apa hubungan Rock Band ini dengan Fashion Sustainable yang menjadi judul artikel saya ? Kebetulan, salah 1 lagu dari AlterBridge ini favorit saya dengan suami yang judulnya “In Loving Memory” tapi lagu lain yang kami juga suka adalah “Cradle to Grave”. Nah, saat awal saya mencari tema tulisan, tiba-tiba saya teringat judul lagu “From cradle to grave” dimana istilah ini disampaikan narasumber dalam suatu pelatihan yang pernah saya ikuti bahwa Pengelolaan Limbah B3 sebaiknya berprinsip “From cradle to grave” artinya pencegahan pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya limbah/sampah sampai dengan di timbun / dikubur (dihasilkan, dikemas, digudangkan / penyimpanan, ditransportasikan, di daur ulang, diolah, dan ditimbun / dikubur).
Konsep berprinsip “From cradle to grave” ini awalnya dirancang pada tahun 1970-an sebagai permainan (secara harafiah berarti dari ayunan bayi ke kuburan). Bahasa yang sederhana untuk pengelolaan limbah dan sampah berprinsip “From cradle to grave” artinya pengelolaan sampah/limbah tidak hanya dimusnahkan saja, melainkan bisa diubah menjadi hal yang ekonomis dan bermanfaat.
Gambar 1. Cradle to Grave Paradigm (Sumber : https://www.c2cplatform.tw)
Ada tiga solusi yang umum digunakan oleh perusahaan saat ini:
- Daur ulang atau recycling: mengubah sesuatu menjadi bentuk yang sama (yang mudah dilakukan untuk barang-barang seperti botol plastik)
- Downcycling: mengubah produk menjadi berkualitas lebih rendah, seperti menggiling sepatu lari untuk membuat permukaan lapangan basket
- Upcycling: mengubah suatu produk menjadi bentuk yang lebih unggul, seperti memintal botol plastik sekali pakai menjadi kain poliester yang mungkin dipakai selama beberapa dekade.
Era From Cradle to Cradle
Pada era saat ini, prinsio “Cradle to Cradle” tengah berkembang, di mana pengelolaan ini memiliki visi tentang bagaimana kita dapat dan harus membuat berbagai hal, mulai dari sepatu hingga kemeja hingga pabrik hingga kota, namun tanpa limbah/sampah. Istilah “Cradle to Cradle” awalnya adalah merek dagang terdaftar dari konsultan McDonough Braungart Design Chemistry (MBDC).

Pada 2012, MBDC mengalihkan program sertifikasi untuk produk bersertifikat Cradle to Cradle menjadi Program nirlaba & independen yang disebut Cradle to Cradle Products Innovation Institute. Pada tahun 2002, Braungart dan William McDonough menerbitkan sebuah buku berjudul Cradle to Cradle: Remaking the Way We Make Things , sebuah manifest untuk desain cradle-to-cradle. Desain Cradle-to-cradle juga telah menjadi subjek banyak film dokumenter seperti Waste = Food .
Gambar 2. Cradle toCradle Paradigm (Sumber : https://www.c2cplatform.tw)
Paradigma desain Cradle to Cradle dalam pengelolaan Limbah / Sampah menganut tiga prinsip berikut:
1.Hilangkan Konsep Sampah:
Paradigma pertama desain Cradle to Cradle adalah Limbah tidak ada di alam, karena proses setiap organisme berkontribusi pada kesehatan seluruh ekosistem.
Dalam kerangka kerja Cradle to Cradle ini, para ilmuwan, perancang, dan insinyur dituntut untuk memilih bahan baku dan mengoptimalkan produk dan jasa untuk menghidupkan kembali sisa-sisa dari produk yang tidak terpakai lagi (limbah/sampah) menjadi sesuatu yang masih bisa digunakan kembali.
Dengan demikian produk tidak mati atau hilang kualitasnya namun produk tersebut diberdayakan melalui inovasi filosofi design kehidupan yang kedua untuk generasi produk di masa yang akan datang.
Gambar 3. Green Toys adalah salah satu perusahaan yang memproduksi dan menjual mainan yang terbuat dari 100% bahan daur ulang dari Jugs (kendi) Susu Daur Ulang
2. Menggunakan Energi Terbarukan
Paradigma desain Cradle to Cradle mendorong pengembangan aktif energi terbarukan, atau energi yang berasal dari proses alam yang diisi ulang secara terus menerus. Contohnya adalah energi yang dihasilkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari matahari atau panas bumi.
Energi terbarukan merupakan energi yang bersumber dari alam dan secara berkelanjutan dapat terus diproduksi tanpa harus menunggu waktu jutaan tahun seperti halnya energi berbasis fosil. Sumber alam yang dimaksud bisa berasal dari matahari, panas bumi (geothermal), angin, air (hydropower) serta berbagai bentuk dari biomassa. Sumber energi tersebut tidak dapat habis dan bisa terus diperbarukan.
Gambar 4. Salah satu pabrik AQUA yang sudah menggunakan teknologi solar panel ada di Ciherang.
3. Menghargai keanekaragaman ekosistem
Paradigma desain Cradle to Cradle mengakui dan menghargai keanekaragaman dalam ekosistem untuk menjaga sumber daya alam di masa mendatang demi keberlangsungan kehidupan di bumi karena saat ini kehidupan bumi sedang menuju ketidakseimbangan ekosistem. Paradigma ini menuntut gaya hidup sederhana dan peduli lingkungan dari kita sebagai contoh mengurangi pemakaian kantong plastik, penghematan listrik, penghematan air, tidak memelihara satwa liar di rumah, tidak memburu satwa liar di alam, tidak membuang sampah di gunung dan hutan, serta masih banyak lagi. Dan salah satu paradigma C2C adalah memanfaatkan media sosial sebagai ajang kampanye penyebaran gaya hidup positif ini.
Gambar 5. Contoh Kampanye Penggunaan Tas Daur lang
Sumber :
- https://www.c2cplatform.tw
- https://en.wikipedia.org/wiki/Cradle-to-cradle_design