Kecelakaan Kerja: Penyelam Diduga Menghirup Gas Argon
Kecelakaan kerja terjadi pada hari Minggu tanggal 4 Mei 2014 pukul 14.00 WIB yang menimpa 1 (satu) orang pegawai subkontraktor (kontraktor utama pembangunan RFCC Project),saat melakukan aktivitas penyelaman di area basin SWI-063 dalam rangka melepas plastik pelindung suction pump SWI 63-P-501A untuk persiapan commissioning/start up.
Gambar. Ilustrasi Penyelaman
Sumber: https://www.shape.com/lifestyle/fit-getaways/shapes-editor-chief-scary-scuba-diving-accident
Analisa Penyebab Kejadian
Fakta di Lapangan
- Kontrak kesepakatan kerja antara kontraktor dengan pihak korban (pelaksana pekerjaan borongan) dilakukan secara langsung ke orang yang bersangkutan tidak melalui proses formal; perintah kerja dilakukan secara lisan.
- Pekerjaan yang dilakukan oleh korban tidak termasuk dalam rencana kegiatan overtime yang dilaporkan ke perusahaan owner (Pekerjaan dilakukan hari libur)
- Korban dapat melakukan kegiatan di area kerja (restricted area) karena masuk dari jalur sungai yang terbuka (tidak masuk dari pintu security)
- Tidak ada penanggung-jawab/pengawas pada pelaksanaan pekerjaan penyelaman.
- Pelaksanaan pekerjaan penyelaman adalah pekerjaan yang kritis namun tidak dilengkapi hazard assessment dan Surat Ijin Kerja Aman (SIKA).
- Tidak jelas fungsi mana yang mengawasi pekerjaan ini (antara bagian rotating yang meminta pekerjaan dan bagian under water job yang memeberikan tenaga pekerja)
- Korban merupakan pekerja pelaksana pekerjaan borongan dan memiliki sertifikat bintang satu yang dikeluarkan dari POSSI (Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia) bukan dari PADI (Professional Association Diving International )
- Kontraktor tidak mempunyai SOP untuk pekerjaan penyelaman.
- Ditemukan tabung yang digunakan untuk pekerjaan penyelaman berlabel gas Argon no botol 22597
- Dari pengecekan di warehouse botol dengan no 22597 adalah botol Argon yang dikeluarkan dari warehouse dengan bon resmi. Pada saat korban mengapung di kolam basin pembantu yang bertugas stand by saudara G tidak dapat memberi pertolongan karena memang yang bersangkutan tidak mempunyai kompetensi tentang hal tersebut (yang bersangkutan adalah seorang pengemudi perahu jukung).
Dari kejadian dan merujuk kepada fakta dilapangan baik yang dilakukan melalui interview terhadap pihak- pihak terkait maupun data teknis yang diperoleh dilapangan, bahwa patut diduga kematian korban karena menghirup gas argon dengan menggunakan fishmouth yang digunakan untuk menyelam. Dimana boto/tabung gas yang korban gunakan berlable Argon (lihat gambar 2). Untuk meyakinkan isi tabung tersebut dilakukan pengecekan ke warehouse dan benar bahwa tabung gas no 22597 ada dikeluarkan dari warehouse yang berisi Argon.
Gambar. Tabung Argon yang dicurigai dipakai dalam penyelaman
Seperti diketahui bahwa Argon akan mengakibatkan seorang kehilangan keseimbangan, membuat bingung dan sukar untuk menyelamatkan diri yang pada akhirnya dapat berakibat pada kematian. Namun secara pasti unuk menentukan kematian si korban sebaiknya dilakukan autopsi namun hal ini tidak mungkin dilakukan (masalah keluarga karena korban sudah dikebumikan).
Dari hasil analisis patut diduga bahwa gas yang digunakan oleh si korban untuk penyelaman adalah gas Argon (zat argon dapat mengakibatkan manusia meninggal). Untuk memastikannya hal ini seyogyanya harus dilakukan autopsi pada si korban. Namun seperti dijelaskan diatas hal ini tidak mungkin dilakukan.
Pelajaran yang bisa diambil
Dari kejadian tersebut dapat diambil pelajaran bahwa pekerjaan yang dilakukan harus megikuti SMK3 yang telah ditetapkan melalui proses PDCA (khusus untuk pekerjaan kritikal seperti penyelaman).
Faktor manusia merupakan penyebab kecelakaan paling tinggi, sehingga semua kegiatan yang dilakukan oleh seorang pekerja harus dibawah pengawasan ketat.
Proses PDCA yang ada di dalam SMK3 tidak dilaksanakan antara lain, Persyaratan administrasi, Analisa bahaya, Ijin & prosedur kerja, Persiapan tanggap darurat, Sistem pengawasan dan lain-lain.
Referensi
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. 2016. Atlas Keselamatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.