Mewaspadai Terjadinya Complex Disaster di Cilegon
Indonesia merupakan laboratorium bencana, begitu istilah yang pernah penulis dengar terkait kebencanaan di Indonesia. Ring of fire dan berada di pertemuan tiga lempeng tektonik, kondisi geografis, geologis, dan hidrologis menjadikan Indonesia mempunyai potensi ancaman yang tinggi. Selain bencana alam, ada bencana non alam seperti bencana industri atau sering kita sebut kegagalan teknologi, kebakaran hutan atapun konflik masyarakat.
Pada tulisan ini dibahas sekilas mengenai potensi terjadinya komplek disaster khususnya di daerah Cilegon, semoga bisa memberikan sumbangsih pemikiran untuk instansi terkait serta lesson learn bagi pembaca, pemerhati bencana dan kita semua yang berkecimpung di bidang kebencanaan.
Kota Cilegon merupakan kota industri yang terletak dekat dengan Pulau Sumatera yang dipisahkan oleh selat Sunda. Kota Cilegon mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi terhadap bencana alam mulai dari erupsi gunung berapi dari anak Gunung Krakatau, tsunami, banjir dan gempa. Kombinasi potensi bahaya ini yang bisa memunculkan apa yang disebut sebagai Complex Disaster (Natural dan Industrial Disaster) atau bencana alam yang memicu bencana industri.
Complex Disaster
Complex Disaster merupakan bencana gabungan yang terjadi atau muncul dari bencana alam yang selanjutnya berdampak kepada lingkungan industrial di sekitar lokasi bencana yang pada akhirnya menimbulkan dampak yang lebih besar kepada masyarakat. Sebagai contoh, jika potensi gempa/tsunami muncul maka akan menyebabkan bencana di lingkungan industri (industri kimia, LPG, oil and gas, dll) sehingga kemungkinan dampak yang ditimbulkan akan jauh lebih besar.
Sedikit belajar dari salah satu negara sumber bencana alam yakni Jepang. Informasi ini penulis dapatkan ketika berbincang dengan salah satu peneliti di bidang bencana dari Tohoku University Jepang. Salah satu masalah yang dihadapi adalah jalur komunikasi antar masyarakat di sana. Hal ini didukung dengan masalah komposisi penduduk di sana.
Sebagai contoh begini, karena jumlah komposisi lansia di Jepang lebih banyak dari pada usia produktifnya maka sering terjadi komunikasi yang kurang intens dan efektif antara pemuda pemudinya dengan para lansia yang sebagian juga ada yang menjadi kepala RT/RW setempat, hal ini menyebabkan jika terjadi bencana maka jalur informasi untuk memberikan perintah atau arahan menjadi terganggu. Sehingga, evakuasi menjadi terlambat.
Emergency Response Plan
Salah satu hal yang penting di dalam mewaspadai complex disaster ini adalah adanya program ERP (Emergency Responses Plan) yang teruji, tersosialisasi, dan teraplikasi dengan baik melalui drill atau simulasi simulasi yang komprehensif. Kepanikan sering terjadi jika terjadi sebuah bencana, apalagi dalam kondisi ini terjadi 2 bencana sekaligus yakni bencana alam dan bencana industri.
Dalam kondisi kepanikan tersebut, biasanya upaya penanggulangan menjadi terganggu atau tidak berjalan sesuai prosedur, tidak efektif bahkan bisa menghambat prosedur respon yang ada. Dalam mengembangkan sistem tanggap darurat, hendaknya didasarkan atas filosofi “Plan for the best but prepared for the worst”. Merencanakan yang terbaik, tetapi bersiap menghadapi kondisi terburuk.
Kita selalu berusaha membuat rencana yang terbaik, namun kita juga harus siap menghadapi kondisi terburuk yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, kita memerlukan strategi implementasi dari ERP itu sendiri dari institusi- institusi yang terlibat di dalam menghadapi complex disaster ini. Beberapa institusi yang harus terlibat antara lain Bappeda, BPBD, Dinkes, PMI, Pos SAR dan pihak asosiasi industri di daerah tersebut.
Selain itu, kita juga bisa melakukan pendidikan seperti sosialisasi terkait kebencanaan ke masyarakat, ke sekolah-sekolah, pelaku industri dan pihak terkait, dan lain-lain atau simulasi-simulasi bencana yang dilakukan dan melibatkan antar lembaga dalam menghadapai bencana (BNPB daerah, PMI, industri, Dinkes Badan SAR, Dinsos dll) maka komunitas tersebut bisa melakukan langkah untuk kenali bahayanya dan kurangi risikonya, dalam hal ini adalah complex disaster.
Hal lainnya yang tidak kalah penting adalah koordinasi dan kerjasama antar pihak terkait untuk bisa menumbuhkan dan mewujudkan budaya sadar dan tanggap bencana serta bisa mengubah perilaku tidak aman ke perilaku aman. Tidaklah mudah untuk mewujudkannya namun bukanlah hal mustahil untuk terwujud budaya sadar bencana serta masyarakat yang siap untuk selamat dari bencana.