Actively Caring: Behavior Based Safety yang Humanis
Mengintegrasikan prinsip-prinsip humanistik ke dalam BBS
Kita yang telah mendapatkan atau membaca pelajaran pengantar psikologi mungkin sering mendengar tentang behaviorisme yang dipopulerkan oleh B.F. Skinner dan juga humanisme yang dikembangkan oleh Carl Rogers pada tahun 1942. Filosofi dan pendekatan psikoterapi ini diperkenalkan sebagai perspektif yang saling bertentangan, bahkan penuh persaingan.
Behavioris hanya memperlakukan perilaku klien mereka, pada dasarnya menerapkan konsekuensi positif untuk perilaku yang diinginkan dan menghilangkan konsekuensi positif untuk perilaku yang tidak diinginkan. Sebaliknya, kaum humanis mengevaluasi dan menargetkan niat seseorang dan fokus pada penemuan persepsi pribadi, motif, dan konsep diri klien. Terapis behavioris selektif ketika memberikan konsekuensi positif (misalnya, rekognisi positif, umpan balik suportif, dan penghargaan berbasis perilaku), sedangkan terapis humanistik memberikan perhatian positif terlepas dari perilaku klien.
Pendekatan klinis humanis merupakan ‘pendekatan yang tidak langsung’, dimana terapis lebih banyak mendengarkan daripada mengarahkan. Sebaliknya, terapis behavioris melakukan ‘pendekatan langsung’ karena mereka mendefinisikan konsekuensi perilaku dapat diubah untuk meningkatkan frekuensi perilaku yang diinginkan dan mengurangi kejadian perilaku yang tidak diinginkan.
Sangat banyak perbedaan antara behaviorisme dan humanisme dapat didiskusikan, tetapi beberapa perbedaan ini menjelaskan mengapa Prof. Scott E. Geller (salah satu Pioneer Behavior Based Safety/BBS) menerima bahasa tubuh negatif ketika mengusulkan “behaviorisme humanistik” sebagai pendekatan intervensi di konferensi profesional untuk applied behavior analysts/analis perilaku terapan.
Prof. Scott E. Geller saat sharing session di salah satu grup safety profesional
Geller mengusulkan bahwa “Humanisme memungkinkan untuk mencapai tujuan behaviourisme secara lebih efektif”. Untuk para ahli keselamatan: “Penerapan prinsip-prinsip tertentu dari humanisme dapat mengoptimalkan dampak pencegahan-cedera dari proses intervensi esensial dari BBS (observasi dan umpan balik)”. Menurutnya, banyak orang yang telah menerapkan proses pembinaan BBS yang efektif cenderung menggunakan prinsip-prinsip ini, tetapi mungkin tidak menyadari bahwa mereka mempraktikkan humanisme.
Berikut ini beberapa prinsip mendasar dari terapi humanistik yang kemudian diintegrasikan ke dalam praktik BBS:
Daftar Isi
Dengarkan Dahulu dengan Empati
Mendengarkan pendapat atau sudut pandang orang lain dengan empati sebelum memberikan saran atau arahan. Menurut Scott, hal ini mencerminkan fifth habit of highly effective people dari Stephen Covey – “Berusahalah terlebih dahulu untuk memahami, kemudian untuk dipahami”. Artinya, mendengarkan dengan empati adalah lebih dari sekadar merasakan simpati dan mengungkapkan kepedulian terhadap keadaan buruk orang lain. Kita benar-benar berempati ketika kita mengidentifikasi diri dengan situasi orang lain dan berusaha memahami bagaimana rasanya berada dalam sepatu berujung baja milik orang lain.
Penting untuk melihat situasi melalui mata orang lain
Daftar periksa perilaku kritis (critical behavior checklist/CBC) yang digunakan dalam BBS untuk mengamati perilaku yang aman dan berisiko tidaklah dibuat dan disediakan oleh badan pemerintahan (seperti Kemenaker), manajemen, atau profesional keselamatan. Melainkan CBC dikembangkan oleh tim pekerja pada pekerjaan spesifik dan mereka memodifikasi CBC ketika pekerjaan mereka dan/atau lingkungan kerja berubah. Ini adalah empati dalam tindakan.
Selanjutnya ketika rekan kerja, profesional keselamatan dan supervisor memberikan pekerja corrective feedback untuk observasi perilaku berisiko, mereka mempraktikkan empati. Mereka tidak memulai dengan arahan perubahan perilaku, tetapi mengajukan pertanyaan untuk memahami alasan perilaku berisiko dan belajar jika situasi dapat diubah untuk memfasilitasi terjadinya perilaku yang aman.
…. analyzing an incident need to try to see the situation through the eyes of the performer. It’s called empathy Scott Geller
Dalam bukunya, Geller menganjurkan untuk menanyakan 3 hal berikut saat menganalisis perilaku:
• What are the consequences of desired behavior?
• Are there more negative than positive consequences of safe behavior?
• What negative consequences for safe behavior can be reduced or removed?
Hal tersebut juga sejalan dengan pemikiran David Provan dalam sebuah artikel yang berjudul increasing safety professional impact, bahwa untuk meningkatkan dampak positif seorang safety profesional maka kita perlu belajar bertanya ketimbang memberikan pendapat.
Mengembangkan Self-Accountability
Daripada memberi tahu pekerja tentang perilaku aman yang seharusnya, seorang observer humanistik bertanya kepada pekerja apa yang bisa dia lakukan untuk mengurangi kemungkinan cedera dan dengan demikian memberikan contoh yang aman bagi orang lain.
Demikian pula, setelah mengidentifikasi permasalahnya, supervisor humanistik tidak menentukan resolusi. Sebaliknya, mereka akan menantang pekerja untuk membahas kemungkinan solusi dan mengusulkan rencana tindakan (action plan).
Ownership dan self-accountability terjadi ketika individu mempersepsikan kemandirian dan menerima rasa hormat serta penghargaan atas kompetensi mereka untuk berkolaborasi dengan rekan kerjanya untuk menyelesaikan suatu masalah. Scott E. Geller
Strategi akal sehat untuk memfasilitasi akuntabilitas diri tersebut didasarkan pada teori penentuan nasib sendiri (self-determination theory) berbasis bukti yang berasal dari humanisme. Secara khusus, persepsi kemandirian (atau pilihan), kompetensi, dan keterkaitan (atau interdependence) akan meningkatkan akuntabilitas diri. Kita dapat mempelajari lebih lanjut tentang humanistik behaviorisme hubungannya dengan akuntabilitas diri dan pemberdayaan (empowerment) yang dijelaskan oleh Prof. Scott Geller disini!
Memahami Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow‘s Hierarchy of Needs atau hirarki kebutuhan maslow tentu sudah tidak asing di telinga kita. Pendekatan ini sering kali digunakan untuk memahami variasi motif manusia. Dimana orang termotivasi untuk mencapai kebutuhan tertentu dan beberapa kebutuhan lebih diutamakan daripada yang lain. Pendekatan ini dicetuskan oleh seorang humanis yang bernama Abraham Maslow. Secara sederhana, kategori-kategori kebutuhan diatur secara hierarki dan orang-orang tidak berusaha untuk memenuhi kebutuhan pada satu tingkat sampai kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah terpenuhi pada level tertentu.
Pertama, kita termotivasi untuk memenuhi kebutuhan fisiologis kita (physiological needs) – persyaratan dasar bertahan hidup yaitu makanan, air, tempat tinggal, dan tidur. Setelah kebutuhan ini terkendali, kita termotivasi oleh keinginan untuk merasa aman dan selamat dari potensi bahaya (safety needs). Selanjutnya, kita memiliki kebutuhan penerimaan sosial – untuk memiliki teman dan merasakan rasa memiliki (love and belongingness needs). Ketika kebutuhan-kebutuhan ini dipenuhi, kepedulian kita berfokus pada harga diri — mendapatkan harga diri dan merasa berharga (self-esteem needs).
Setelah menikmati persepsi self-esteem, kita mungkin mencapai puncak hierarki kebutuhan ini – aktualisasi diri atau realisasi mencapai potensi penuh seseorang (self-actualization needs). Sementara banyak yang telah belajar bahwa self-actualization needs berada di atas hierarki kebutuhan ini, Maslow merevisi hierarki-nya mendekati akhir hidupnya dengan menempatkan pencapaian puncak lain yang disebut sebagai melampaui diri sendiri (self-transcendence). Kita adalah yang terbaik ketika kita menjangkau dan melampaui kepentingan diri kita sendiri dan berkontribusi untuk kebutuhan orang lain. Bukankah ini yang dilakukan ahli K3 setiap hari? Melakukan intervensi semaksimal mungkin untuk menjaga orang lain tetap sehat dan selamat dari cedera dan penyakit.
Maslow’s revised hierarchy, which shows self-transcendence at the top
Menurut Geller, betapa memuaskan untuk menyadari bahwa kita mencapai puncak Hierarki Kebutuhan Maslow setiap kali bertindak atas nama keselamatan orang lain. Dengan melakukan ini membantu untuk memenuhi kebutuhan tingkat bawah kita yang tidak pernah benar-benar terpuaskan – penerimaan sosial, harga diri, dan aktualisasi diri.
Pertimbangkan ini: Mencapai self-transcendence adalah yang tertinggi dan memperkuat diri karena secara alami memenuhi kebutuhan tingkat yang lebih tinggi lainnya.
Penutup
Geller mempertegas bahwa ketiga prinsip dasar humanis diatas relevan untuk membuat BBS lebih efektif – empati, motivasi diri, dan self-transcendence. Geller juga menggunakan istilah akademik yang mendasari efektivitas penerapan BBS yang ia sebut humanistic (caring) behaviorism (active). Yang selanjutnya pendekatan intervensi ini menjadi fondasi gerakan Actively Caring for People (AC4P).
Individu yang berdaya dan bermotivasi diri akan melakukan hal yang benar untuk keselamatan ketika tidak ada yang melihat Scott E Geller
REFERENSI
Geller, E. Scott. 2001. Working Safe: How to Help People Actively Care for Health and Safety. CRC Press.
Geller, E. Scott. 2015. Seven Life Lessons From Humanistic Behaviorism: How to Bring the Best Out of Yourself and Others – Scientific Figure on ResearchGate. https://www.researchgate.net/figure/Maslows-revised-hierarchy-which-shows-self-transcendence-at-the-top_fig3_279219417. Diakses tanggal 28 Juni 2020
Geller, E. Scott. 2019. Humanistic Behaviorism: The essence of effective behavior-based safety (BBS). https://www.gellerac4p.org/2019/10/09/humanistic-behaviorism-the-essence-of-effective-behavior-based-safety-bbs/. Diakses tanggal 28 Juni 2020
McLeod, S. A. 2020. Maslow’s hierarchy of needs. Simply Psychology. https://www.simplypsychology.org/maslow.html. Diakses tanggal 28 Juni 2020