Pemahaman Peraturan Perundangan Sales dan Marketing PJK3
Sertifikasi Kompetensi dan Lisensi-Pemahaman Peraturan Perundangan oleh Sales dan Marketing PJK3
Kemarin penulis mengikuti dan menjadi narasumber untuk acara pelatihan “Program Pemantapan Kemitraan” yang diadakan oleh salah satu training provider ternama di Jakarta. Program kemitraan ini adalah pendidikan, pelatihan dan pemantapan materi untuk para sales dan marketing dari provider tersebut untuk para provider (PJK3) lain yang bermitra dengan mereka. Sales dan marketing mitra ini hadir dari berbagai daerah antara lain PT. Sumber Karya Keselamatan (SKK), PT. Coach Farid And Colleagues (CFC) dan PT. Cipta Lentera Edukasi (CLE).
Jujur, melihat materi yang dibagikan dalam acara ini, penulis agak bingung. Materinya terdiri dari softskill dan pengenalan lisensi Kemnaker dan Sertifikasi kompetensi / sertifikasi BNSP yang dilanjutkan dengan teknik bagaimana menjual dan bernegosiasi dengan lebih baik lewat telepon maupun media lain. Dan acara ini dilakukan selama 5 hari tanpa biaya alias gratis. Ya, Pembaca Katigaku tidak salah baca. GRATIS. Para Mitra hanya menyediakan transport dan makan untuk peserta yang mereka kirimkan.
Wah ini seperti membuka rahasia dapur untuk mitra secara Gratis, Pikir Penulis.

Pemahaman Peraturan Perundangan Yang Harus Diperkuat
Namun, penulis bukan mau “jualan” acara tersebut. Ada yang jauh lebih penting. Di sesi sharing, saya sedikit terkejut karena pemahaman dan pengetahuan para peserta tentang peraturan perundangan yang terkait dengan K3,ternyata harus diperkuat. Aspek “Why” dari peraturan perundangan tentang “kenapa perusahaan harus membina dan memberikan lisensi dan sertifikasi kompetensi kepada pekerjanya” oleh para marketing baru ini ternyata tidak terlalu dikuasai kalau penulis mau bilang masih lemah.
Padahal Menurut penulis, para peserta dari PJK3 itu berperan penting sebagai “Agen K3”. Mereka membantu pemerintah mensosialisasikan (peraturan) K3 di Indonesia yang pada akhirnya membantu penerapan budaya K3, sesuai tema bulan K3 di Indonesia: “Penerapan Budaya K3 Pada Setiap Kegiatan Usaha Guna Mendukung Perlindungan Tenaga Kerja di Era Digitalisasi”
Baca juga
Penerapan Budaya K3: Proses dan Cara Menilainya
Pentingnya Penerapan Budaya K3
Namun penulis berpikir masih wajar, mungkin karena mereka rata-rata masih baru bekerja di bidang ini. Dan product knowledge masih dalam proses belajar di perusahaan masing-masing.
Nah untuk pembaca Katigaku, penulis akan bagikan peraturan – perundangan dasar yang dibagikan dalam materi kemarin. Maaf tidak bisa memberikan materi PPT, ya. Karena hak klien ke TenagaKompeten.com. Hehehehe
Yuk kita mulai, peraturan dan perundangan apa saja sih yang dalam pemenuhannya membuat perusahaan harus melakukan pembinaan untuk mendapatkan lisensi dan sertifikasi bagi karyawannya.
UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA
Di pasal 9
- Pengurus diwajibkan menunjukan & menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang:
- Kondisi-kondisi & bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya.
- Semua pengamanan & alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya.
- Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
- Cara-cara & sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
- Pengurus hanya dapat memperkerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut diatas.
- Pengurus diwajibkan MENYELENGGARAKAN PEMBINAAN bagi semua tenaga kerja yg berada dibawah pimpinannya, dalam PENCEGAHAN KECELAKAAN dan PEMBERANTASAN KEBAKARAN serta PENINGKATAN KESELAMATAN dan KESEHATAN KERJA, pula dalam PEMBERIAN P3K.
- Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yg berlaku bagi usaha & tempat kerja yang dijalankannya.
UU TENAGA KERJA NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Di Pasal 86
- Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama;
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER. 15/MEN/VIII/2008 TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DI TEMPAT KERJA
Pasal 3 (1) Petugas P3K di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memiliki lisensi dan buku kegiatan P3K dari Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
Pasal 5(2) Perusahaan wajib mengatur tersedianya Petugas P3K pada :
- Tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih sesuai jumlah pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja;
- Tempat kerja di setiap lantai yang berbeda di gedung bertingkat sesuai jumlah pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja;
- Tempat kerja dengan jadwal kerja shift sesuai jumlah pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja.
Dalam lampirannya, disebutkan bahwa
Tempat kerja dengan potensi bahaya rendah 25 – 150 1 orang, selanjutnya 1 orang untuk setiap 150 orang atau kurang.
Tempat kerja dengan potensi bahaya tinggi ≤100 1 orang, selanjutnya 1 orang untuk setiap 100 orang atau kurang.
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA
Pasal 5
Unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 terdiri dari:
- Petugas peran kebakaran;
- Regu penanggulangan kebakaran;
- Koordinator unit penanggulangan kebakaran;
- Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai penanggung jawab teknis.
Pasal 6
1. Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud dlam pasal 5 huruf a, sekurang- kurangnya 2 (dua) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 25 (dua puluh lima) orang.
2. Regu penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b dan huruf d, ditetapkan untuk tempat kerja tingkat resiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I yang mempekerjakan tenga kerja 300 (tiga ratus) orang, atau lebih, atau setiap tempat kerja tingkat resiko bahaya kebakaran sedang II, sedang III dan berat.
3. Koordinator unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pasal 5 juruf c, ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk tempat kerja tingkat resiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 100 (seratus) orang.
b. Untuk tempat kerja tingkat resiko bahaya kebakaran sedang II dan sedang III dan berat, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap unit kerja.
PERMENAKER NO. 8 TAHUN 2020 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT ANGKAT DAN PESAWAT ANGKUT
Di sini disebutkan bahwa
Bahkan sejak pasal 140, para teknisi dan operator diwajikan memiliki sertifikasi kompetensi dan lisensi K3 di butir e dan f.
Link Download Permenaker NO 8 Tahun 2020
Sertifikasi Kompetensi
Selain Permenaker 8 tahun 2020 di atas, ada beberapa juga peraturan yang mewajibkan untuk pekerja memiliki sertifikasi Kompetensi antara lain:
- Peraturan Pemerintah / PP No 10 Tahun 2018 Tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi : BNSP mempunyai tugas meiaksanakan Sertifikasi kompetensi kerja.
- Peraturan Pemerintah / PP Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional: Prinsip dasar pelatihan kerja adalah : Berbasis Pada Kompetensi Kerja;
- Permen ESDM no. 5 tahun 2015 mengenai Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di Bidang Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi secara Wajib. Pasal 3 berbunyi dalam melaksanakan kegiatan usaha migas, badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib mempekerjakan tenaga kerja yang memenuhi dan memiliki sertifikat kompetensi kerja
- Permen ESDM No. 42 Tahun 2016 Tentang Standardisasi Kompetensi Kerja di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 4 bahwa Setiap tenaga kerja yang bekerja di bidang pertambangan mineral dan batubara wajib memiliki kompetensi kerja.
- Permen ESDM No 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang baik Dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 28 Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/pemurnian wajib menerapkan standar kompetensi kerja khusus, standar kompetensi kerja nasional Indonesia, serta standar nasional Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Nah pembaca katigaku,itu tadi sedikit sharing pengalaman dan pengetahuan dari acara yang penulis ikuti kemarin, semoga informasi ini bisa membantu pembaca katigaku untuk lebih memahami dan menjadi lebih baik di masa depan.
Oh ya, kalau ada peraturan perundangan lain yang terlewat oleh penulis, silahkan tulis di komen di bawah ya? Jadi bisa membantu pembaca Katigaku yang lain. Terima Kasihhh
Luki Tantra
Trainer & Asesor Sertifikasi BNSP
Senior Advisor di Tenaga Kerja Kompeten Indonesia (TKKI)