Latihan Kepimpinan K3 (Safety Leadership Training): Langkah Awal Menuju Budaya K3
28 Desember 2013 lalu rupanya menjadi hari duka bagi Sugianto. Pada hari itu, Sugianto bersama adiknya dan 35 orang pekerja lepas lain sedang membersihkan sisa gula di dalam mesin produksi gula milik sebuah Pabrik gula di Malang. Tiba-tiba, adiknya kejang-kejang dan kemudian jatuh saat melakukan pekerjaan. Sugianto yang melihat hal tersebut langsung menolong adiknya, namun ia seketika pingsan saat menolong. Teman-teman mereka yang lain juga berusaha untuk menolong, namun mereka juga langsung pingsan ketika hendak menolong Sugianto dan adiknya. 4 pekerja tewas akibat peristiwa itu, termasuk adik Sugianto, disebabkan mereka menghirup gas beracun dari mesin tersebut1.
Cuplikan berita di atas merupakan sedikit kasus kecelakaan kerja yang ada di Indonesia. Setiap harinya, 6 Pekerja di Indonesia meninggal akibat kecelakaan kerja sementara di Eropa “hanya” ada 2 pekerja yang meninggal akibat kecelakaan kerja setiap harinya2. Data Kantor Kepolisian RI dari tahun 1992-2012 menunjukkan bahwa terjadi tren cenderung meningkat setiap tahunnya dalam jumlah angka kecelakaan. Pada kurun waktu tersebut, total 305.130 pekerja harus berhadapan dengan maut saat bekerja dan kerugian yang ditimbulkan mencapai angka 1.5 Triliun3. Angka-angka ini tentu menjadi ancaman besar untuk target Kemenakertrans yang ingin mencapai Indonesia berbudaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Tahun 2015.
Salah satu penyebab tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia adalah lemahnya komitmen K3 dari para Pemimpin Bisnis. Hal ini bisa kita lihat dari Kasus Sugianto di atas di mana pemilik pabrik gula selaku pemimpin bisnis tak pernah memberitahu atau minimal meminta anak buahnya untuk memberitahu bahwa terdapat bahaya gas beracun dalam proses pembersihan mesin gula. Pemilik pabrik gula juga tak menyediakan alat pendeteksi gas beracun. Padahal kalau sudah terjadi kasus meninggal (fatality) di tempat kerja, kegiatan produksi pasti akan terganggu sehingga pemilki pabrik gula dapat mengalami kerugian finansial.
Komitmen dari para pemimpin bisnis merupakan hal yang sangat penting dalam memulai penerapan Budaya K3 (safety culture) di tempat kerja. Komitmen tersebut akan menentukan sikap suatu perusahaan terhadap keselamatan dan konsistensi penerapan keselamatan (safety) kepada para pekerja. Jika pemimpin bisnis memiliki komitmen yang kurang terhadap keselamatan, maka jajaran direksi/manajer akan menganggap bahwa keselamatan berada di bawah tujuan-tujuan departemennya masing-masing dan para pekerja akan mengganggap bahwa keselamatan hanya sebuah lip service. Tanpa adanya komitmen keselamatan kerja dari pemimpin bisnis, mustahil pekerja akan berperan aktif dalam sistem keselamatan kerja yang ada4 karena 70% perilaku seseorang dipengaruhi oleh perilaku dari para pemimpinnya5 . Apabila banyak tempat kerja memiliki komitmen yang kurang terhadap keselamatan kerja maka mustahil juga target Indonesia berbudaya keselamatan Tahun 2015 bisa tercapai.
Untuk menciptakan Budaya Keselamatan yang dimulai dari komitmen pemimpin bisnis, Latihan Kepemimpinan K3 (Safety Leadership Training) dapat menjadi sebuah awalan yang efektif. Latihan Kepimpinan K3 adalah pelatihan tentang bagaimana keselamatan dilihat dalam perspektif yang menguntungkan bagi jalannya bisnis. Para pemimpin bisnis dapat diberikan pengertian bahwa menurut Occupational Safety & Health Agency (OSHA), setiap kecelakan dapat merugikan perusahaan hingga $ 30.000- $ 40.0005 serta penerapan Keselamatan dalam sebuah perusahaan dapat membuat perusahaan tersebut hemat $300.0006. Selain itu para pemimpin bisnis juga dapat diberikan pemahaman mengenai pengetahuan keselamatan kerja dasar dan bagaimana cara yang efektif untuk menerapkan keselamatan kerja tersebut.
Hal yang paling penting yang harus disampaikan dalam Latihan Kepemimpinan K3 adalah tentang keteladanan. Pemimpin bisnis yang memiliki program turun ke lapangan untuk berbicara tentang keselamatan kepada para pekerja tentu akan mempunyai bisnis dengan tingkat keselamatan yang lebih tinggi dibandingkan seorang pemimpin bisnis yang hanya peduli pada seberapa banyak barang yang ia jual. Para pekerja akan mencontoh dan menjadikan pemimpin bisnis sebagai role-modelnya, para manajer pun akan menekankan aspek keselamatan dalam kegiatan departemennya, serta Ahli Keselamatan Kerja pun dapat memiliki power yang kuat untuk meningkatkan aspek keselamatan dalam bisnis tersebut.
Latihan Kepimpinan K3 telah terbukti berhasil di luar negeri. Data dari sebuah konsultan internasional di Amerika menyebutkan bahwa terdapat beberapa contoh nyata kemajuan tingkat keselamatan sebuah perusahaan setelah mengikuti Latihan Kepimpinan K36:
- Sebuah penggilingan gula telah menurunkan injury rate-nya dari 10 ke 0 dalam jangka waktu 3 bulan saja
- Sebuah tambang telah menjadi perusahaan dengan kinerja keselamatan terbaik, padahal di tahun sebelumnya perusahaan tersebut memiliki tingkat keselamatan terburuk
- Sebuah pabrik kimia berhasil memotong injury rate-nya dari 8 ke 0.3 dalam jangka waktu 3 tahun saja. Hasil tersebut bertahan dalam 20 tahun. Pabrik tersebut juga meningkatkan pendapatannya 300 % dalam 3 tahun pertama penerapan kepemimpinan K3.
- Perusahaan lain telah menjaga $100.000 keluar dari kas perusahaan untuk kasus cidera ringan, dan meningkatkan keuntungan 3 kali lipat dalam jangka waktu 2 tahun saja.
Latihan Kepimpinan K3 bisa menjadi sebuah alternatif untuk memacu terwujudnya Budaya K3 di Indonesia di tahun 2015. Kemenakertrans dapat membuat sebuah regulasi yang mewajibkan para pemimpin bisnis, khususnya para pemilik pabrik, untuk mengikuti Latihan Kepimpinan K3 ini. Tentunya, Kemenakertrans harus menyiapkan pelatih-pelatih yang memiliki kompetensi tinggi untuk memberikan materi Latihan Kepimpinan K3 agar lebih efektif dalam menyampaikan kepada pemimpin bisnis yang merupakan orang-orang terbaik dalam bidangnya masing-masing.
Bisnis abad ini bukanlah bisnis yang semata-mata berpikiran tentang seberapa banyak barang yang bisa diproduksi, melainkan seberapa kuat sebuah bisnis dapat bertahan (sustain). Peningkatan budaya K3 yang dimulai dari komitmen pemimpin bisnis adalah sebuah langkah awal untuk menuju bisnis yang berkelanjutan. Peningkatan budaya K3 juga telah menjadi keinginan kita bersama untuk mewujudkan Indonesia yang lebih aman untuk pekerja.
“Keselamatan bukanlah segalanya, tapi segalanya tak akan berarti tanpa adanya keselamatan”
Referensi:
1 Zainul Arifin. 4 Pekerja tewas saat bersihkan mesin gula di Malang [Online] . [28 Desember 2013]. [Diakses 8 Februari 2014]. Diambil dari: m.liputan6.com/news/read/786720/4-pekerja-tewas-saat-bersihkan-mesin-gula-di-malang
2 Tanpa nama. Ancaman Kecelakaan Kerja di Indonesia Masih Tinggi [Online]. [9 Oktober 2013]. [Diakses 8 Februari 2014]. Diambil dari: www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/ancaman-kecelakaan-kerja-di-indonesia-masih-tinggi/43132
3 Kantor Kepolisian Republik Indonesia. Jumlah Kecelakaan, Korban Mati, Luka Berat, Luka Ringan [Online]. [Diakses 8 Februari 2014]. Diambil dari: www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=17¬ab=14
4 NEBOSH. International General Certificate in Occupational Safety and Health. London: RRC Business Training
5 Jonah Group. Approach in 9 Safety Leadership Insights [Online]. [Diakses 8 Februari 2014]. Diambil dari: www.thejonahgroup.com.au/approach/
6 RN Knowles Association. Safety in Workplace begins with the Leadership Management Team [Online]. [Diakses 8 Februari 2014]. Diambil dari: www.safetyexcellenceforbusiness.com/
Mas Agung,
Tulisanmu bagus dan kredibel. Bukan hanya karena mencantumkan source yangbaik, tapi juga memiliki netiket yang baik dengan mencantumkan source web yang baik dan lengkap.
Saya harus belajar banyak menulis dari Anda
salam kenal, salam K3
Luki Tantra
Ketua Tempat Uji Kompetensi K3
Transafe Indonesia
Terima kasih Pak Luki utk komentarnya..
Peran kepemimpinan sebagai role model adalah seorang pemimpin memiliki pengaruh yang besar dalam merubah mindset pekerja, bagaimana cara mereka berfikir, bersikap dan berperilaku untuk membangun budaya keselamatan. Faktor keteladanan dalam safety leadership sangat diutamakan dalam membangun budaya keselamatan dalam suatu organisasi. Pimpinan dapat memberi contoh mengenai nilai-nilai keselamatan, yang ditunjukan dengan perilaku dan tindakan serta keterlibatannya secara langsung dalam program keselamatan. Pada kasus diatas, seharusnya pimpinan atau manajer perlu memeriksa potensi bahaya dari aspek keselamatan dengan menggunakan matriks risiko mengenai bahaya pada mesin yang menimbulkan gas beracun. Aspek-aspek keselamatan akan dibahas pada rapat pertemuan dengan pimpinan-pimpinan, serta adanya pelaporan agar terdokumentasi. Sehingga, kecelakaan yang serupa tidak akan terjadi lagi.