Aspek OrganisasiOpini Ahli

Membangun Nilai K3 (Safety Value)

Nilai K3 atau safety value harus dibangun secara positif

Sering kita dengar dengan istilah value (Nilai) dalam aktifitas dimana kita melakukan suatu pekerjaan. Ravlin LC mendefinisikan value sebagai “A Constant set of core belief held by an individual concerning how she/he should behave over a broad range of situations

Core belief adalah kata kunci utama dalam membangun value dari semua aktifitas yang menuntut para pekerja untuk berperilaku yang sesuai dengan apa diinginkan oleh organisasi (baca : perusahaan).Value sebenarnya bukanlah sebuah “hasil” akan tetapi lebih sebuah “proses”. Oleh karenanya banyak kegagalan yang terjadi ketika organisasi menganggap value adalah hasil akhir.

Dalam K3 juga demikian, seringkali kita salah kaprah tentang nilai K3 (safety value) itu sendiri. Bahkan, hal yang lebih parah adalah banyak diantara kita selalu mengungkapkan tentang nilai K3 tapi antara makna yang diyakini dan aplikasi yang dilakukan merupakan dua hal yang bertolak belakang dan ada kalanya saling berbenturan.

Jika kita mengembangkan nilai K3 maka kita juga secara langsung membangun budaya K3. Bahkan, ada kalanya jika nilai K3 yang terbentuk tersebut cukup kokoh maka budaya K3 yang terbentuk juga akan kuat.

nilai k3

Implementasi value K3 selalu dimulai dengan menerapkan leadership (kepemimpinan) K3. Menurut Cooper, terdapat 2 hal utama dalam leadership K3 yang menjadi basis terbentuknya value K3. Kedua hal tersebut adalah :
1. learning from others
2. sharing everyday experience.

Nilai K3 menuntut keterlibatan aktif dari top management. HSE UK pernah merilis sebuah penelitian di tahun 2000-an dimana 1 jam top management berinteraksi di area kerja dengan para pengawai dapat menurunkan angka insiden hingga 80%. Komitemen top manajemen dalam value K3 diwujudkan dalam bentuk pengalokasian sumber daya manusia dan sumber daya finansial yang memadai.

Value K3 sendiri juga dapat diwujudkan dalam bentuk mengukur semua kegiatan K3 dalam bentuk indikator-indikator, utamanya indikator proaktif atau juga dikenal indikator positif. Dan Petersen dalam sebuah bukunya Safety Management System and Human Error mengungkapkan bahwa bila kegiatan K3 tidak dapat diukur maka kegiatan tersebut tidak akan pernah dapat dilakukan perbaikan (You don’t measure then you have no improvement).


Indikator-indikator K3 yang diukur dan ditinjau adalah indikator positif, contohnya : persentase training K3 yg telah dilakukan, persentase rapat K3 yang telah dijalankan, persentase tindak-lanjut yang tepat waktu, dll. Dibandingkan mempersoalkan indikator negatif/indikator reaktif, nilai K3 selalu melacak akar-akar keberhasilan dari suatu aktifitas K3 yang mampu mencegah terjadinya insiden. Nearmiss dan Insiden tetap menjadi sumber data namun yang dievaluasi adalah pada sisi What Went Go Wrong dan juga kriteria indikator positif apa yang belum mampu merepresentasikan pemicu (initiating event) dari nearmiss dan insiden tersebut.

pekerjaan dengan aman

Ilustrasi pekerjaan dengan alat pelindung diri

Responsibiity dan Accountability juga pilar lain dari value K3. Bagaimana mengatur lingkungan kerja yang aman dan nyaman merupakan wujud nyata dari responsibility dan accountability nilai K3. Dalam tataran yang ekstrim, responsibility dan accountability ini juga dikaitkan dengan karir para pekerja. Tidak sedikit para pekerja yang dipecat atau diminta untuk keluar dari perusahaan karena ketidakmampuan mempertahankan atau meningkatkan kondisi lingkungan kerja yang aman dan nyaman.

Peran departemen pembelian (purchasing) dan departemen sumber daya manusia (HRD) merupakan dua departemen yang dituntut berperan lebih aktif bila menjalankan value K3. Kenapa? karena pada departemen pembelian merupakan departemen yang sangat bertanggung jawab untuk menjamin semua peralatan kerja, bahan kerja, dan jasa kerja harus memenuhi spesifikasi dan standar K3 yang ditetapkan. Sementara di departemen sumber daya manusia bertanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan kognitif, attitude, dan perilaku para pekerja agar dapat mengikuti etika dan norma kerja yang sesuai dengan prinsip dasar K3, yaitu nihil penyimpangan (zero deviation).

Saling sharing pengalaman atau juga saling mengingatkan antar sesama karyawan merupakan kegiatan yang diberikan prioritas dan juga diberikan forum yang lebih banyak porsinya. Para karyawan dituntut untuk berbagi pengalaman, berbagi pemikiran, dan berbagi keinginan mengenai segala upaya yang menjurus pada nihil penyimpangan di area kerjanya.

Reward dan pembinaan juga salah satu fondasi dari value K3. Reward disini diartikan bukan dalam bentuk pemberian uang tunai atau fresh money tapi diwujudkan dalam bentuk pemberian kredit kepada kinerja individu. Bahkan ada kalanya bagi perusahaan yang sudah mature tingkat value K3nya, pada CEO nya mengajak makan malam bersama sambil mendengarkan pengalaman dari para bawahan yang dianggap berperan penting dan berhasil merubah attitude K3 para rekan kerja. CEO juga – dalam ranah reward dan pembinaan – mengajak diskusi dan mendengarkan berbagai pendapat yang bertujuan menihilkan penyimpangan dari para line supervisor dan beberapa karyawan kunci.

dukungan keluarga

Dukungan keluarga salah satu hal yang penting untuk membangun nilai k3

Membangun nilai K3 sedikit banyak diawali dengan menata rules dan prosedur. Rules dan prosedur yang dibangun memiliki kontens dan filosofi yang dapat dipahami secara mudah dan tegas oleh para pemakainya.

Kapan nilai K3 akan terbentuk ? Nilai K3 akan terbentuk ketika semua potensi terjadinyan insiden dapat dicegah secara maksimal. Hanya waktu, konsistensi, dan fokus yang dapat menjawab secara menyeluruh atas pertanyaan di atas.

Baca Tulisan

Roslinormansyah Ridwan

Senior Praktisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Indonesia. Memiliki pengalaman sebagai Country HSE Manager Haliburton Indonesia
Back to top button