Aspek TeknisKeselamatan Publik

Sistem Proteksi Kebakaran di Sekolah Dasar sebagai Jaminan Hak Perlindungan Siswa

“Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” UUD RI Tahun 1945

 

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai tingkat risiko bencana tinggi di dunia. Dalam World Risk Index 2017, Indonesia menempati peringkat ke-33 dunia dibanding dengan negara lain (BNPB, 2019). Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa telah terjadi 2.572 kejadian bencana alam di tahun 2018 dan 2.862 kejadian di tahun 2017 (BNPB, 2019). Kejadian bencana yang terjadi 95 % didominasi oleh bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, serta cuaca ekstrim.

Kendati demikian, tidak sedikit kejadian bencana di Indonesia yang disebabkan oleh bahaya teknologi dan kelalaian manusia, seperti kebakaran. Menurut temuan data seluruh Unit Kerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dilansir dari Jakarta.go.id, tahun 2018 terdapat 692 kejadian kebakaran di DKI Jakarta. Selain DKI Jakarta, Badan Penanggulangan Bencana Aceh mengungkapkan hingga Juni 2019 frekuensi kebakaran pemukiman masih tinggi di Aceh. Dari seluruh kejadian bencana yang berjumlah 81 kali kejadian, kebakaran pemukiman mendominasi sebanyak 34 kali kejadian (BNPA, 2019).

Dampak yang timbul akibat kejadian kebakaran dapat dikatakan sangat besar. Selain kehilangan jiwa, juga banyak aset yang mengalami kerusakan, di antaranya gedung-gedung pelayanan publik yang pada akhirnya kerusakan ini akan mengganggu kehidupan keseharian. Sepanjang 2018, terhitung 60 bangunan pelayanan publik di DKI Jakarta mengalami kerusakan akibat kejadian kebakaran, termasuk bangunan pelayanan dasar seperti gedung sekolah (Jakarta.go.id, 2018).

proteksi kebakaran sekolah dasar
ilustrasi sekolah dasar

Perlindungan bagi setiap warga negara

Perlindungan kepada warga negara dari risiko bencana dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan bagian dari tujuan negara yang sangat mulia. Menjadi tanggung jawab negara untuk menjamin perlindungan setiap warga negara, termasuk anak-anak. Setiap anak memiliki hak atas keselamatan dan kelangsungan hidup, selain juga hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas dan berkesinambungan (UU RI No. 35 Tahun 2014).

Hak-hak ini sering kali terancam tidak terpenuhi akibat bahaya alam dan bahaya terkait teknologi yang menyebabkan terjadinya bencana besar dan kecil. Bencana ini, baik sekala besar, sedang maupun kecil, memberikan dampak terhadap keselamatan dan pendidikan anak-anak. Saat pendidikan menjadi terganggu, pendidikan seorang anak bisa menjadi terputus, kadang terputus selamanya, yang berarti memberikan dampak negatif permanen, baik secara ekonomi maupun sosial terhadap anak tersebut, keluarganya dan komunitasnya. Untuk itu,

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen melaksanakan Sekolah Aman Bencana – Safe School sejak tahun 2010 dengan  meluncurkan kampanye satu juta sekolah dan rumah sakit aman di Indonesia. Komitmen ini   diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2012 tentang Penerapan Sekolah/Madrasah Aman Bencana (SMAB).

Kondisi Sistem Proteksi Kebakaran di Sekolah Dasar

Kasus kebakaran di lingkungan sekolah beberapa kali terjadi di Indonesia. beberapa kejadian tersebut di antaranya, Januari 2020 lalu kebakaran terjadi di SD Negeri 1 Motoboi Besar, Kecamatan Kotamobagu Timur, Kota Kotamobagu dengan kerugian mencapai Rp 500 juta untuk fisik gedung sekolah, peralatan sekolah, dan buku pelajaran (Zonautara.com, 30 Januari 2020). Pada 15 Februari 2020, kebakaran terjadi di pemukiman dan Sekolah Dasar Sentosa yang berlokasi di Mangga Besar, Tamansari. Sebanyak 20 ruangan kelas terbakar dan kerugian diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah (Republika.co.id, 15 Februari 2020).

Mengacu pada banyaknya realitas kebakaran yang terjadi pada jenjang sekolah dasar yang ada pada beberapa wilayah di Indonesia. Menurut penelitian Lestari, dkk (2011) yang bertajuk Kajian Keselamatan Kebakaran pada Lima Sekolah Dasar di DKI Jakarta, ditemukan bahwa di semua SDN tidak ada sarana proteksi kebakaran seperti alat pemadam api ringan (APAR) dan hidran, serta tidak ada sarana penyelamatan jiwa termasuk nomor telepon darurat, tempat berhimpun sementara, lampu darurat dan petunjuk arah keluar.

Tiga dari lima sekolah dasar yang menjadi objek penelitian telah memiliki akses jalan mobil pemadam kebakaran ke sekolah, tetapi semua SDN hanya memiliki 2 – 4 pintu keluar. Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung belum dilaksanakan di semua SDN. Peneliti menyimpulkan bahwa keselamatan kebakaran di sekolah-sekolah dasar sangat buruk karena hampir semua komponen keselamatan kebakaran belum diimplementasikan.

Sekolah dasar
Ilustrasi sekolah dasar

Awaludin (2013) melakukan penelitian tentang gambaran keselamatan kebakaran pada dua sekolah dasar di Banten. Serupa dengan penelitian Lestari, dkk (2011), komponen pada keselamatan kebakaran yang diamati oleh peneliti mengikuti komponen-komponen standar alat keselamatan kebakaran wajib yang ada di sekolah berdasarkan NFPA (National Fire Protection Association), regulasi Negara England and Wales (Jim Knight, 2007), dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang terdiri atas empat parameter yaitu sarana proteksi aktif, sarana proteksi pasif, sarana penyelamatan jiwa, dan manajemen kebakaran gedung.

Hasil yang diperoleh yaitu kondisi sarana dan prasarana proteksi kebakaran yang ada pada kedua sekolah secara keseluruhan masih belum cukup. Hal ini dikarenakan hampir tidak adanya alat proteksi aktif (APAR, hidran, deteksi dan alarm kebakaran), belum adanya sistem manajemen dan organisasi penanggulangan kebakaran gedung, prosedur, dan juga belum adanya sarana komunikasi darurat.

Menciptakan sekolah aman dari kebakaran

Beberapa peraturan telah dikeluarkan terkait teknis manajemen proteksi kebakaran di perkotaan hingga khusus di bangunan sekolah.terkait dengan Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2012 tentang Penerapan Sekolah/Madrasah Aman Bencana (SMAB), Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI bekerjasama dengan UNICEF Indonesia menyusun Modul Sekolah Aman yang diterbitkan pada tahun 2015. Dalam modul disebutkan 3 pilar Sekolah Aman yang Komprehensif, yang dapat dicapai melalui kebijakan dan perencanaan yang sejalan dengan manajemen bencana di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/ kota dan di tingkat sekolah. Tiga pilar tersebut, meliputi:

  1. Fasilitas Sekolah Aman,
  2. Manajemen Bencana di Sekolah, dan
  3. Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana (Kemdikbud RI, 2015).

Syarat pada pilar pertama yang berkaitan dengan sistem keselamatan kebakaran di sekolah yakni bangunan gedung harus dilengkapi sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif untuk mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan petir. Bangunan juga harus dilengkapi dengan peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi jika terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya (Kemdikbud RI, 2015). Untuk mendukung keberhasilan penerapan sistem keselamatan kebakaran di sekolah, upaya pengurangan risiko bencana diperkenalkan secara lebih dini kepada seluruh peserta didik dengan mengintegrasikan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah maupun ke dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Penutup

Buruknya sistem kebakaran di sekolah dasar menunjukkan bahwa belum sepenuhnya hak perlindungan siswa terpenuhi padahal sudah menjadi kewajiban pemerintah dan sekolah untuk melindungi hak-hak anak (dalam hal ini siswa) dan tenaga kependidikan atas perlindungan, keamanan, kelangsungan hidup dan juga hak anak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas, aman dan berkesinambungan.

Referensi:

Awaludin, Surya. (2013). “Gambaran Keselamatan Kebakaran Pada Sekolah Dasar ‘A’ dan         Sekolah Dasar ‘B’ Banten Tahun 2013”. Depok: Fakultas      Kesehatan Masyarakat            Universitas Indonesia.

Badan Penanggulangan Bencana Aceh. (2019, 01 Juli). “Bencana Kebakaran Pemukiman Masih             Mendominasi di Bulan Juni 2019”. Dilansir dari https://bpba.acehprov.go.id/                     index.php/news/read/2019/07/01/358/bencana-kebakaran-pemukiman-masih-         mendominasi-di-bulan-juni-2019.html pada 31 Maret 2020.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2019. Jangan Panik! Praktik Baik Pendidikan             Kebencanaan. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Jakarta Open Data. (2018). “Data Rekapitulasi Kejadian Kebakaran Tahun 2018”. Dilansir dari             http://data.jakarta.go.id/dataset/data-rekapitulasi-kejadian-kebakaran-di-provinsi-dki-        jakarta-tahun-2018/resource/7d595666-39bd-4803-aecc-801ac60014a9 pada 31 Maret      2020.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2015. Modul 1: Pilar 1 – Fasilitas Sekolah Aman. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Lestari, F., dkk. 2011. “Kajian Keselamatan Kebakaran pada Lima Sekolah Dasar di DKI             Jakarta”. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 1. Depok: Fakultas      Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2012 tentang Penerapan Sekolah/Madrasah Aman Bencana             (SMAB).

Republika.co.id. (2020, 15 Februari). “Pemukiman dan Sekolah di Mangga Besar Terbakar”.       Dilansir dari https://republika.co.id/berita/q5qooo335/pemukiman-dan-sekolah-di-          mangga-besar-terbakar pada 31 Maret 2020.

Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23   Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Zonautara. (2020, 30 Januari). “Kebakaran Landa Sekolah Dasar di Kotamobagu”. Dilansir dari             https://zonautara.com/2020/01/30/kebakaran-landa-sekolah-dasar-di-kotamobagu/ pada    31 Maret 2020.

Baca Tulisan

Fitri Nur Afifah

S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Back to top button