Aspek Organisasi

Pengecualian Kasus Kecelakaan Kerja : Apakah Ada Yang Tidak Perlu Dihitung ?

Beberapa kasus kecelakaan kerja sebenarnya bisa dikategorikan sebagai bukan kasus kecelakaan kerja.

Sebagai contoh, pada saat Bulan Agustus, biasanya banyak perusahaan yang mengadakan lomba-lomba olahraga untuk memeriahkan hari Kemerdekaan Indonesia. Kita juga sudah paham, bahwa setiap olahraga fisik memiliki risiko kecelakaan kepada pekerja.

Pertandingan sepak bola misalnya, bisa berisiko kaki keseleo. Pertandingan bulu tangkis bisa mendatangkan cidera lutut. Bahkan, lomba yang keliatannya sederhana seperti lomba balap karung pernah mencatatkan kasus kematian seorang warga.

Lantas, apakah kalau ada cidera seperti diceritakan di atas, akan terhitung sebagai kecelakaan kerja?

Tergantung referensi yang kita gunakan. Ada beberapa perusahaan yang memiliki peraturan untuk menghitung seluruh kejadian kecelakaan di perusahaan, baik dalam aktivitas rutin ataupun non rutin seperti lomba olahraga.

Daftar kecelakaan kerja yang tidak dihitung kecelakaan kerja

Akan tetapi, Occupational Safety and Health Administration (OSHA) Amerika Serikat mengecualikan kecelakaan kerja yang berasal dari program suka rela (voluntary) seperti lomba olahraga. Hal ini diatur dalam OSHA 1904.5(b)(2).

Berikut adalah daftar kecelakaan kerja yang tidak termasuk sebagai kecelakaan menurut OSHA 1904.5(b)(2):

  • Pada saat cedera atau penyakit terjadi, karyawan tersebut berada di lingkungan kerja sebagai anggota masyarakat umum dan bukan sebagai karyawan.
  • Cedera atau penyakit tersebut melibatkan tanda atau gejala yang muncul di tempat kerja tetapi semata-mata disebabkan oleh peristiwa atau paparan yang tidak terkait dengan pekerjaan yang terjadi di luar lingkungan kerja.
  • Cedera atau penyakit tersebut semata-mata disebabkan oleh partisipasi sukarela dalam program kesehatan atau dalam kegiatan medis, kebugaran, atau rekreasi seperti donor darah, pemeriksaan fisik, suntikan flu, kelas olahraga, raketball, atau bisbol.
  • Cedera atau penyakit tersebut semata-mata disebabkan oleh karyawan yang makan, minum, atau menyiapkan makanan atau minuman untuk konsumsi pribadi (baik yang dibeli di tempat kerja atau dibawa masuk). Misalnya, jika karyawan tersebut terluka karena tersedak sandwich saat berada di tempat kerja, kasus tersebut tidak akan dianggap terkait dengan pekerjaan. Catatan: Jika karyawan jatuh sakit karena mengonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh kontaminan di tempat kerja (seperti timbal), atau keracunan makanan dari makanan yang disediakan oleh pemberi kerja, kasus tersebut akan dianggap terkait dengan pekerjaan.
  • Cedera atau penyakit tersebut semata-mata disebabkan oleh karyawan yang melakukan tugas pribadi (tidak terkait dengan pekerjaan mereka) di tempat kerja di luar jam kerja yang ditetapkan bagi karyawan tersebut.
  • Cedera atau penyakit tersebut semata-mata disebabkan oleh perawatan diri, pengobatan sendiri untuk kondisi yang tidak terkait dengan pekerjaan, atau sengaja dilakukan sendiri.
  • Cedera atau penyakit tersebut disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor dan terjadi di tempat parkir perusahaan atau jalan akses perusahaan saat karyawan tersebut sedang berangkat atau pulang kerja.
  • Penyakit tersebut adalah flu biasa (Catatan: penyakit menular seperti tuberkulosis, brucellosis, hepatitis A, atau pes dianggap terkait dengan pekerjaan jika karyawan tersebut terinfeksi di tempat kerja).
  • Penyakit tersebut adalah penyakit mental. Penyakit mental tidak akan dianggap terkait dengan pekerjaan kecuali jika karyawan tersebut dengan sukarela memberikan pendapat kepada pemberi kerja dari seorang dokter atau profesional perawatan kesehatan berlisensi lainnya dengan pelatihan dan pengalaman yang sesuai (psikiater, psikolog, praktisi perawat psikiatri, dll.) yang menyatakan bahwa karyawan tersebut memiliki penyakit mental yang terkait dengan pekerjaan.

Penerapan di Indonesia

Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Kementerian Tenaga Kerja, tidak memiliki peraturan tersendiri yang membahas ruang lingkup tentang kecelakaan. Kita hanya memiliki peraturan yang jelas terkait dengan definisi ”Kecelakaan Hilang Waktu” pada Permenaker No. Per-01/Men/I/2007 Tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.

“Kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu kerja apabila kecelakaan yang menyebabkan seorang pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya telah terjadi kecelakaan kerja selama 2 x 24 jam”

Sehingga, tidak heran apabila beberapa perusahaan mengadopsi peraturan dari OSHA ini meskipun sebenarnya tanggung jawab OSHA hanya ada di Amerika Serikat. Apalagi, perusahaan-perusahaan multinasional yang memang punya kantor pusat di Amerika Serikat atau Eropa, mereka lebih terbiasa lagi dengan peraturan-peraturan yang diterapkan oleh OSHA.

Di lain pihak, BPJS Tenaga Kerja masih menghitung kecelakaan-kecelakaan yang dikecualikan dalam OSHA di atas sebagai kecelakaan kerja. Hal ini bisa dipahami mengingat BPJS Tenaga Kerja adalah sebuah perusahaan asuransi di mana sebuah perusahaan asuransi memang akan lebih baik apabila memiliki cakupan manfaat yang lebih luas.

Bagaimana kita menerapkannya?

Dengan ketiadaan regulasi spesifik yang mengatur tentang statistik kecelakaan kerja, maka sebenarnya praktisi K3 bisa dibilang bebas untuk mengikuti atau tidak mengikuti OSHA. Terlepas dari mengikuti atau tidak mengikuti OSHA, ada baiknya agar kita membuat SOP atau prosedur spesifik yang mengatur tentang perhitungan kecelakaan dan kemungkinan mengecualikan kasus-kasus kecelakaan jika memang dikehendaki.

Baca Tulisan

Agung Supriyadi

HSSE Corporate Manager. Dosen K3. 100 Tokoh K3 Nasional versi World Safety Organization. Selalu senang untuk berdiskusi terkait dengan K3

Leave a Reply

Back to top button