Aspek TeknisBerita Kecelakaan Kerja

Laporan Kecelakaan: Bocornya Reaktor Nuklir Fukushima Tahun 2011

Pada tahun 2011 lalu, gempa besar mengguncang Jepang yang diikuti dengan tsunami di sepanjang garis pantai Timur Laut. Gelombang tsunami kemudian menerjang Reaktor Nuklir Fukushima dan mengakibatkan reaktor bocor hingga radius 20 KM. Yang menarik, kasus ini dikategorikan sebagai kasus kecelakaan oleh IAEA dan bukan kasus bencana meskipun porsi alam berperan besar dalam kecelakaan ini. Oleh karena itu, IAEA telah merilis laporan resmi terkait dengan kecelakaan ini di bulan Agustus 2015 lalu.

japonia-fukushimaGambar 1. Upaya Pemadaman di Reaktor Fukushima

Sumber: http://www.industrytap.com/complete-coverage-of-fukushima-news/17487

Gempa bumi besar di Timur Jepang terjadi pada 11 Maret 2011 lalu. Bencana tersebut disebabkan oleh terlepasnya energi tektonik secara tiba-tiba di pertemuan Lempeng Pasifik dan Lempeng Amerika Utara. Sebuah bagian kerak bumi, diperkirakan sepanjang 500 km dan selebar 200 km, telah patah sehingga menyebabkan gempa bumi sangat besar dengan 9.0 Skala Richter dan tsunami yang menghancurkan pantai timur laut Jepang dengan gelombang tsunami hingga 10 meter.

Gempa bumi dan tsunami tersebut menyebabkan banyaknya korban nyawa di Jepang. Lebih dari 15000 orang tewas, 6000 orang luka, dan sekitar 2500 orang masih dilaporkan menghilang. Kerusakan yang berat juga dialami oleh banyak gedung serta infrastruktur terutama di wilayah pantai timur laut Jepang.

Di Pembangkit Nuklir Fukushima Daiichi, dioperasikan oleh Tokyo Electric Power Company (TEPCO), gempa bumi telah merusak persedian listrik ke pembangkit nuklir dan tsunami menyebabkan kehancuran pada infrastruktur operasional dan keselamatan (safety). Efek kombinasi ini membuat hilangnya listrik di dan sekitar pembangkit nuklir sehingga menyebabkan unit pendingin untuk 3 reaktor dan di pembangkit listrik cadangan tidak bisa digunakan. 4 unit reaktor lain di sepanjang pantai juga mendapatkan efek dari gempa bumi dan tsunami namun reaktor ini masih bisa di-non aktifkan guna memastikan keselamatan.

Permohonan MaafGambar 2. Seorang Petinggi Tepco Memohon Maaf Pada Korban

Meskipun sudah diupayakan untuk mendapatkan kendali atas reaktor nuklir, inti nuklir unit 1-3 tetap mendapatkan panas berlebih sehingga nuklir meleleh dan 3 tangki penampung bocor. Hidrogen kemudian terlepas dari tangki reaktor bertekanan, menyebabkan ledakan di dalam gedung reaktor unit 1,3 dan 4. Kerusakan struktur dan peralatan kemudian terjadi dan melukai personel yang ada. Inti nuklir kemudian terlepas dari pembangkit ke atmosfer dan terdeposit di laut serta ke samudera.

Masyarakat dengan radius 20 km dari pembangkit dievakuasi dan mereka yang tingga di radius 20-30 km diinstruksikan untuk tetap tinggal sebelum disarankan untuk secara sukarela untuk evakuasi. Pembatasan diterapkan untuk distribusi dan konsumsi makanan dan air minum. Sampai saat ini pun (agustus 2015), masih banyak orang yang tinggal di luar area untuk evakuasi.

Persebaran NuklirGambar 3. Radiasi Nuklir dari Fukushima 14-26 Maret 2011

Sebelum gempa bumi, Lempeng Jepang dikategorikan sebagai zona tumbukan dengan seringnya kejadian gempa bumi hingga 8 skala richter sehingga gempa bumi dengan magnitude 9 skala richter di pantai Prefektur Fukushima dianggap tidak mungkin terjadi oleh para ilmuwan Jepang. Bagaimanapun, magnitude yang sama atau lebih tinggi telah tercatat di area lain namun masih lingkungan tektonik yang mirip di beberapa decade lalu.

Tidak ada indikasi bahwa fitur keselamatan di pembangkit rusak selama gempa bumi besar tersebut. Hal ini disebabkan pendekatan ketat untuk desain dan konstruksi pembangkit nuklir di Jepang sehingga pembangkit memiliki margin keselamatan yang cukup terhadap gempa bumi yang lebih besar dari prediksi. Namun, desain awal sama sekali tidak mempertimbangkan margin keselamatan untuk kejadi banjir dari luar pembangkit, termasuk kejadian tsunami.

Beberapa pelajaran yang dapat diambil dari kejadian tersebut adalah:

  • Penilaian bahaya alam diperlukan untuk setepat mungkin. Pertimbangan dapat diperoleh terutama dari data historis dalam pembuatan basis desain dari pembangkit energi nuklir, namun itu tidak cukup untuk menentukan bahaya alam yang ekstrim. Bahkan ketika data yang lebih komprehensif tersedia, ketidakpastian masih ada dalam memprediksi bahaya alam.
  • Keselamatan pembangkit energi nuklir butuh untuk direevaluasi secara periodic dengan mempertimbangkan kemajuan dalam pengetahuan dan tindakan pengendalian yang diperlukan harus diimplementasikan segera.
  • Penilaian bahaya alam butuh untuk mempertimbangkan kemungkinan terjadinya bencana alam secara kombinasi baik simultan atau bersamaan dan efek kombinasinya untuk pembangkit energi nuklir.
  • Program operasi butuh untuk melibatkan pengalaman baik dari nasional ataupun sumber internasional. Peningkatan keselamatan diidentifikasi melalui pengelaman program operasi harus diimplementasikan segera.
  • Konsep pertahanan keselamatan tetap valid, namun pelaksanaan konsep harus diperkuat di semua level dengan tingkat independen, kekuatan, perbedaan dan proteksi yang cukup untuk menghadapi bahaya internal dan eksternal. Pembangkit juga perlu untuk tidak hanya fokus kepada pencegahan kecelakaan tetapi juga di peningkatan mitigasi.

Laporan lengkap keceakaan bisa diakses di sini

REFERENSI:

International Atomic Energy Agency. (2015). The Fukushima Daiichi Accident. Vienna: IAEA.

 

Baca Tulisan

Agung Supriyadi

HSSE Corporate Manager. Dosen K3. 100 Tokoh K3 Nasional versi World Safety Organization. Selalu senang untuk berdiskusi terkait dengan K3

Leave a Reply

Back to top button