Apa sih deming wheel itu?
Pada era modern W. Edwards Deming yang berasal dari Amerika dan dikenal juga di Jepang sebagai Bapak pengendali mutu, memperkenalkan istilah Deming Wheel yaitu suatu konsep manajemen dengan proses PDCA (Plan Do Check Action). Konsep manajemen inilah yang menjadi landasan dalam berbagai sistem manajemen di dunia. Konsep manajemen ini penulis namakan sebagai “siklus pusing” karena berputar terus tanpa henti 😀 dari Plan -> do -> check -> action dan kembali ke proses awal. Tapi, tenang! tidak membuat hidup kita pusing kok. Bahkan Konsep ini menurut hemat saya, sangat baik digunakan untuk memaksimalkan potensi diri dan pencapaian tujuan dalam hidup.
Implementasi sederhana yang dapat kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah:
Plan, Pada tahap ini, kita akan mengidentifikasi potensi yang kita miliki dan menetapkan apa yang menjadi tujuan hidup kita dan ingat “Tulislah apa yang akan kita kerjakan!”. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam membangun self-system karena tanpa perencanaan tahapan-tahapan yang lain tidak dapat berjalan dengan baik. Bagaikan hidup yang hanya mengukuti arus ketika sampai ke jurang maka ikut terjatuh. So, buatlah plan sebaik mungkin.
Do, Pada tahap ini, kita melaksanakan semua rencana yang telah kita buat. “Kerjakan apa yang telah kita tulis!”. Kemampuan kita juga akan diuji dan teruji dalam tahap ini, akan banyak menguras tenaga, waktu dan pikiran :D, dimana rencana yang telah dibuat sebisa mungkin harus berjalan sesuai dengan apa yang telah kita tetapkan.
Check, Pada tahap ini, semua kegiatan yang telah kita lakukan harus dipantau dan diukur secara berkala. Mengukurnya bisa tiap minggu, bulan ataupun tahun. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan yang kita lakukan berjalan baik dan sesuai rencana.
Action, Meninjau ulang apa yang telah dikerjakan, dalam hal ini melakukan tindakan perbaikan jika ditemukan adanya ketidaksesuaian ataupun menilai hasil pelaksanaan rencana sehingga dapat dilakukan improvement / pengembangan secara berkelanjutan. Selanjutnya, kembali ke proses Plan itu sendiri secara sustainable. Ingat Siklus Pusing hehehe
Jika apa yang telah direncanakan dan diimplementasikan ternyata menunjukkan hasil yang sesuai dengan tujuan, maka hal tersebut dapat kita jadikan suatu pedoman atau standar baru di dalam hidup untuk meraih tujuan serupa. Karena dua hal yang mesti kita pahami:
(1). Mengetahui apa yang kita lakukan, dan
(2). Melakukan yang terbaik (dengan pedoman atau standar terbaik tentunya).
Dengan melakukan hal sederhana ini, kita akan menjadi lebih proaktif terhadap objective yang kita tuju. Artinya secara eksplisit telah tumbuh nilai positif yang menjadi pembeda dengan individu-individu lain. Sehingga menjadikan hidup lebih bermakna dan berkualitas. Jadi nilai plus dong 🙂
PDCA seperti roda
Dalam penerapannya sih susah-susah gampang, kenapa saya katakan susah? Karena butuh motivasi dan kesadaran pribadi (tidak ada yang mengontrol dan tidak ada yang mengaudit kita selain diri sendiri). Dan kenapa gampang? Karena dengan sendirinya setelah kita memiliki 2 hal esensial yang saya sebutkan tadi (kesadaran dan motivasi internal) maka kita akan melakukan tersebut dan secara otomatis menjadi terbiasa karena pengulangan yang dilakukan serta tentu saja kita telah membangun dan mengembangkan sistem dalam diri kiita sendiri yang akan kita pertanggungjawabkan bukan pada lembaga atau pemerintah tetapi pada diri kita masing-masing.
Diakhir tulisan receh ini, saya ingin mengutip prinsip folosofi dalam risk management yang telah diajarkan oleh Bapak Soehatman Ramli “Plan for the best, but prepared for the worst“. Rencanakan yang terbaik, namun bersiaplah akan kemungkinan terburuk.