Aspek Organisasi

Menanamkan Saling Percaya untuk Kepemimpinan K3 yang Unggul

Ada hal menarik ketika berbicara tentang kepercayaan! Kepercayaan yang dimaksud bukanlah pada ruang lingkup agama, namun kepercayaan yang dimaksud adalah rasa percaya akan sikap dan perilaku top manajemen terhadap pekerja.

Berkenaan dengan hal diatas, seorang pencari kebijaksanaan bertanya kepada Confusius (seorang ahli filusuf yang bijaksana) apa politiknya? Konfusius menjawab, “Ini untuk menyediakan makanan, melindungi orang-orang dengan persenjataan, dan mendapatkan kepercayaan dari orang-orang.”

Pencari kebijaksanaan itu bertanya lebih lanjut, “Mana yang harus kita abaikan terlebih dahulu jika negara kita terpaksa meninggalkan makanan, senjata, atau kepercayaan?

Konfusius menjawab, “Abaikan senjata terlebih dahulu, lalu makanan. Tapi jangan pernah meninggalkan kepercayaan. Orang tidak bisa maju tanpa kepercayaan. Kepercayaan lebih penting daripada kehidupan”.

Dalam percakapan di atas mengisyaratkan bahwa begitu pentingnya kepercayaan sehingga kita harus menyerahkan senjata terlebih dahulu dan makanan selanjutnya ketimbang harus menggadaikan kepercayaan terhadap orang-orang di sekeliling kita untuk kepentingan pribadi.

Bagaimana hubungannya dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, lets check it out!

Mengapa Kepercayaan?

Kepercayaan atau dalam bahasa Inggris kita sebut sebagai trust yang dihubungkan dengan keselamatan dan kesehatan kerja telah banyak diteliti. Seperti dalam beberapa tahun terakhir, ada sejumlah studi yang menunjuk kepercayaan sebagai prediktor utama kinerja keselamatan dan komponen penting dari budaya keselamatan yang efektif (misalnya, Burns et al., 2006; Eid et al., 2011; O’Dea & Flin, 2001).

Temuan dari studi ini menunjukkan bahwa kepercayaan dalam manajemen dapat meningkatkan keterlibatan karyawan dalam perilaku keselamatan dan mengurangi tingkat kecelakaan (Zacharatos et al., 2005). Sebaliknya, penelitian lain mencatat bahwa ketidakpercayaan berhubungan negatif dengan tanggung jawab pribadi untuk keselamatan dan berhubungan positif dengan tingkat cedera (Conchie & Donald, 2006, dikutip dalam Conchie et al., 2011).

Lebih jauh lagi, dalam sebuah penelitian di Australia baru-baru ini yang berfokus pada industri pertambangan, Gunningham dan Sinclair (2012) menemukan bahwa “… kecuali ketidakpercayaan terhadap tenaga kerja dapat diatasi maka bahkan inisiatif manajemen yang paling berniat dan canggih akan diperlakukan dengan sinisme dan dirusak. . “

kepemimpinan K3
Rasa saling percaya dibutuhkan untuk memperkuat kepemimpinan K3

“akhirnya, buktinya adalah bahwa program perilaku aman tidak berguna ketika tenaga kerja tidak mempercayai manajemennya. Di mana kepercayaan seperti itu berlaku, pengusaha harus terlebih dahulu memenangkan kepercayaan tenaga kerja mereka dengan menangani beberapa masalah yang mereka lihat mempengaruhi keselamatan” (Hopkins, 2006).

Ketidakpercayaan karyawan merupakan faktor risiko utama dalam hal cedera fisik, juga dalam hal budaya organisasi yang lebih luas, dan kesejahteraan karyawan.

Kepercayaan sebagai Model Kerja

Salah satu model kepercayaan yang paling sering dikutip (khususnya dalam literatur keselamatan) diajukan oleh Mayer (1995). Model terintegrasi ini menunjukkan bahwa kepercayaan didasarkan pada persepsi tentang tiga faktor utama:

  1. Ability (Persepsi Kompetensi)
  2. Benevolence (Tingkat Persepsi dari kepedulian yang ditunjukkan)
  3. Integrity (Persepsi kejujuran dan keterbukaan)

Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa ketiga faktor ini sangat penting dalam membangun kepercayaan dan mengatasi ketidakpercayaan. Sebagai contoh, seorang pemimpin dapat dipandang sangat kompeten, terbuka dan jujur, namun, jika ia dianggap tidak peduli maka kepercayaan tidak dapat dibangun atau dipertahankan, dan ketidakpercayaan yang ada tidak akan dapat diatasi.

Menariknya, dalam hal membangun kepercayaan, faktor kejujuran dan keterbukaan (Integrity) telah muncul sebagai yang paling signifikan, sedangkan faktor kepedulian (Benevolence) telah ditemukan sebagai komponen yang paling kuat dalam hal mengatasi ketidakpercayaan (Conchie et al., 2011).

PEMBAHASAN

Kepercayaan adalah fondasi terpenting dari program pelaporan yang sukses, hal ini harus di tumbuhkan ataupun dibudidayakan secara proaktif, bahkan pada operasi yang sukses selama bertahun-tahun.

Oleh karena dalam teori dan praktiknya, kepercayaan menjadi hal kritis yang perlu diperhatikan oleh manajemen (leader/pemimpin) dan jika leader abai terhadap hal ini maka akan mematikan aspek K3 di tempat kerja (kepunahan). Sehingga, solusi yang ditawarkan adalah membudidayakan kepercayaan pada semua aspek termasuk aspek K3 itu sendiri.

Kembali ke definisi, budidaya adalah upaya yang terencana untuk memelihara dan mengembangbiakan segala sesuatu supaya tetap lestari sehingga dapat memperoleh hasil yang bermanfaat. Dengan kata lain, Budidaya adalah suatu tindakan dimana kita menjaga, memelihara dan mengembangkan sesuatu yang dinyatakan hampir punah (Saptono, 2018).

Sehingga dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan membudidayakan kepercayaan K3 adalah usaha secara terencana untuk menjaga, memelihara dan mengembangkan kompetensi; kepedulian dan; kejujuran dan keterbukaan untuk mewujudkan tempat kerja sehat dan selamat.

Pengaplikasian pembudidayaan kepercayaan dalam aspek K3 oleh leader untuk dapat dipercaya bawahannya sehingga tercapai kinerja K3 dan kepemimpinan yang unggul diuraikan sebagai berikut:

  • Kompetensi

Kompetensi yang harus dimilki para pemimpin tentu akan berbeda-beda berdasarkan core bisnis, pun pada jabatan tertentu. Kompetensi menjadi salah satu indikator seseorang untuk dapat dipercaya dalam mengemban tugas, terlebih bagi seorang pemimpin. Terkait kompetensi maka di Indonesia akan merujuk ke BNSP.

Soehatman Ramli membagi cluster antara kecakapan dengan tingkatan posisi seseorang dalam bidang HSE, disebutkan bahwa, semakin tinggi jabatan seseorang maka kecakapan dalam hal fungsi manajerial sangat diperlukan yaitu dengan tugas pokok sebagai management tools.

Terus meningkatkan kompetensi diri, baik hal teknis, komunikasi maupun manajerial akan membuat seorang pemimpin semakin dianggap kompeten dan dipercaya oleh bawahnnya, sehingga kemudian diharapkan saran-saran terkait keselamatan yang diberikan pemimpin direalisasikan dalam bentuk tindakan oleh bawahannya!

  • Kepedulian

Begitu banyak “pemimpin keselamatan” menghabiskan banyak waktu menganjurkan slogan, kata-kata hampa dan “melakukan apa yang orang lain lakukan” daripada berfokus pada faktor-faktor nyata dan dapat ditindaklanjuti yang telah ditunjukkan oleh penelitian yang menjadi sangat berdampak pada kinerja keselamatan dalam hal ini membudidayakan kepercayaan.

Slogan misalnya menjadi tidak bermakna apa apa jika pemimpin tidak memberikan dukungan dalam bentuk support waktu, sarana dan prasarana juga apresiasi terhadap hal sukses yang telah dilakukan oleh pekerja. Misal: pekerja selama ini telah melaksanakan program inspeksi secara rutin 100%, rasa peduli dapat ditunjukkan dengan memberi penguatan positif (positif reinforcement) seperti pujian akan kinerja tersebut.

Mengapa perlu diberi apresiasi? karena jika hal baik sudah dilakukan tetapi tidak diapresiasi maka lambat laun pekerja akan merasa tidak dihargai, oleh karenanya jika sudah melakukan tindakan positif maka sebaiknya di beri reward atau pujian agar perilaku baik tidak punah. Begitu pula hal negatif maka harus segera ditegur.

Apresiasi untuk pekerja
Apresiasi untuk pekerja merupakan hal yang penting

“pekerja tidak peduli seberapa banyak hal yang kita tahu – sampai mereka tahu, seberapa besar kita peduli pada mereka!

Setidaknya inilah hal fundamental yang pernah penulis dapatkan ketika melakukan percakapan dengan pekerja tentang anggapannya terhadap para pemimpin. Olehnya itu, penting untuk membudidayakan kepercayaan salah satu caranya dengan kepedulian.

  • Kejujuran dan Keterbukaan

Kejujuran dan keterbukaan individu perlu ditanamkan, dijaga dan dan ditingkatkan secara berkesinambungan untuk menjadi seorang pemimpin yang dapat dipercaya. Hal ini dapat diterapkan diantaranya dengan mendorong laporan terbuka terhadap penyimpangan yang terjadi dilingkungan kerja. Terbuka terhadap segala masukan dari bawahannya. Jujur pada diri sendiri jika benar telah melakukan kesalahan. Hal ini dapat dituangkan dalam sebuah wadah komunikasi (kita sebut saja ngopi bareng) dengan tujuan agar terjalin komunikasi, kejujuran dan keterbukaan dalam melakukan improvement.

Sehingga tidak ada yang ditutup-tutupi atau malah langsung mengkambinghitamkan bawahannya terhadap penyimpangan. Hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah tindak lanjut dari penyimpangan yang dilaporkan oleh bawahan karena bukanlah jumlah laporan yang membawa perubahan melainkan perbaikan.

Dalam hal ini organisasi dapat mengadopsi just culture. Dimana, organisasi/pemimpin tidak langsung menghukum setiap kesalahan tanpa memahami secara jujur atas penyimpangan/kesalahan yang dilakukan oleh bawahanya.

Selain itu, ada ungkapan yang menyatakan “what you say must be aligned with what you do”. Hal ini menegaskan bahwa seorang pemimpin harus sama kata dan perbuatannya. Jika dalam menerapkan aspek K3 diberlakukan suatu prosedur, maka pemimpin wajib menjadi teladan untuk anak buahnya.

KESIMPULAN

Perusahaan manapun yang serius dalam memerangi kecelakaan ditempat kerja, perlu kembali merefleksikan diri terhadap 3 hal (kompetensi; kepedulian dan; kejujuran dan keterbukaan) untuk menciptakan bahkan membudidayakan kepercayaan yang dibutuhkan untuk tujuan mulia.

Para pemimpin perlu memimpin (dengan kepercayaan). Inilah saatnya untuk (secara psikologis) tumbuh dan memperoleh kedewasaan emosional yang diperlukan untuk benar-benar mempromosikan tempat kerja yang aman, selamat dan sehat secara mental. Lakukanlah dengan konsisten!

REFERENSI

Burns, C., Mearns, K., dan Mc George, P. 2006. Explicit and implicit trust within safety culture. Society for Risk Analysis.

Conchie, S.M., Taylor, P.J., dan Charlton, A. 2011. Trust and distrust in safety leadership: Mirror reflections?. Safety Science.

Eid J, Mearns, K., Larsson G., Laberg, J., dan Johnsen, B. 2011.  Leadership, psychological capital and safety research: Conceptual issues and future research questions. Safety Science.

Heni, Yusri. 2011. Improving Our Safety Culture: Cara Cerdas Membangun Budaya Keselamatan yang Kokoh. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Hopkins, Andrew. 2006. What are we to make of safe behaviour programs?. Australian National University: National Research Centre for OHS Regulation

Mayer, R.C., Davis, J.H., dan Schoorman, F.D. 1995. An integrative model of organisational trust. Academy of Management Review.

O’Dea, dan Flin, R. 2001. Site managers and safety leadership in the offshore oil and gas industry. Safety Science 37, 39-57

Ramli, Soehatman. 2019. Modul Kuliah: Program Manajemen K3. PS Usahid Jakarta.

Saptono, Edy. 2018. Materi Workshop: Cultivation of Safety Culture Assumptions and Desires. Workshop APKPI – XII.

Zacharatos, A., Barling, J., dan Iverson, R.D., 2005. High performance work systems and occupational safety. Journal of Applied Psychology 90, 77–93.

http://robertporterlynch.com/html/trust_systems.html (diakses pada tanggal 16 Januari 2020)

Baca Tulisan

Andi Balladho Aspat Colle

Master of Occupational Safety & Health and Environmental & Search Engine Optimization Enthusiast

2 Comments

Back to top button