Artikel Tamu K3Aspek Teknis

10 KESALAHAN INSTRUKTUR DI PELATIHAN K3 ONLINE DAN CARA MENGHINDARINYA (Bag.1)

10 Kesalahan Instruktur K3 Online Di Pelatihan K3 Online Dan Cara Menghindarinya

10 Kesalahan Instruktur K3 Online Di Pelatihan K3 Online Dan Cara Menghindarinya

Pandemi Virus Corona telah memaksa orang Indonesia, termasuk praktisi K3, untuk tinggal di rumah dan mempraktikkan social distancing. Perintah lockdown membuat banyak keluarga berjuang untuk tetap positif sementara kehidupan sosial sudah banyak berubah.

“Sisi baik” dari pandemi ini adalah semakin banyaknya diadakan pelatihan (K3) secara daring/online baik gratis, maupun berbayar. Berbayar ini sendiri dari murah sampai mahal.

Kelebihan lain pelatihan online ini adalah pembelajar dan gurunya bisa melakukannya dari rumah. Karena sifatnya online, maka jarak dan lokasi tidak lagi menjadi masalah. Sebuah Pelatihan K3 online yang dilaksanakan di Jakarta kini dapat diikuti dari Sumatera, Kalimantan maupun Papua.

Sebagai orang yang ingin selalu update, tentu saja penulis sendiri ikut di berbagai pelatihan online baik berbayar maupun gratis.

Sayangnya, di beberapa sesi pelatihan online, penulis mendapat kesan yang tidak bagus untuk peserta. Baik dari pembicara maupun panitia/pelaksananya. Bahkan ada “kesalahan” yang membuat penulis segera leave meeting pada sebuah sesi training gratis karena merasa hanya buang-buang waktu di dalamnya.

Pernah lihat Instruktur dan moderator yang melakukan training ini dari rumah, tapi lupa membersihkan background? Ya, Peserta jadi lebih kepo dengan: “ Baju apa sebetulnya yang digantung ?” atau “ Itu foto siapa yang ada di belakangnya? Apakah dia sudah menikah ?”. Ada lagi “ Wah keren ya sepreinya warnanya Pink”, “Wah Bapak ini warna temboknya sudah pudar” dan “Wah dia penggemar klub bola itu, ya?”. Hal hal tidak relevan ini yang mengganggu penampilan sang trainer atau panitianya.

Penulis pernah ketemu juga trainer yang semangat sekali bicara, dia tidak tahu/lupa bahwa micnya tidak dihidupkan (unmute) atau slidenya belum diaktifkan fitur slide sharenya.

Ilustrasi Peserta Yang Mengikuti Pelatihan K3 Online Yang Bosan.
Luki Tantra-Transafe - Katigaku.top
Ilustrasi Peserta Yang Mengikuti Pelatihan K3 Online Yang Bosan

Penulis berdiskusi dan meminta pendapat kolega penulis;  Ryska Nababan, ELearning Manager dan Capt. Djemy Wagiu, Training Operation Manager di Transafe tentang pengalaman penulis ini. Mereka memberikan banyak solusi dan Penulis sudah mencatatnya untuk self reminder penulis sendiri, namun setelah dipikir ulang, penulis akan share di sini khusus untuk Pembaca Katigaku.

Menurut mereka, kesalahan para panitia/trainer yang penulis ikuti, pasti ada solusinya seperti di bawah ini. Namun, sesuai permintaan para pembaca Katigaku, saya akan bagi dua tulisan ini agar tidak terlalu panjang.

1) Trainer Bicara Terlalu banyak Tentang diri sendiri

Ini penulis ikuti di salah satu training online tentang pengembangan diri. Dari jatah 1,5 Jam acara tersebut diadakan, sesi pengenalan diri instrukturnya (dan kebisaannya) mencapai 30 Menit sendiri. Ya, penulis menghitungnya karena penulis memesan makanan melalui ojek online yang mengatakan akan sampai dalam 30 menit pada saat acara dimulai dan pada saat makanan sudah selesai dihidangkan untuk disantap, pembicara tersebut masih berbicara mengenai dirinya.

Materinya belum mulai di menit 31 dari 90 menit waktunya.

Solusi:

Biasanya peserta akan dikumpulkan di suatu room tersendiri untuk pelatihan. Entah dalam grup telegram atau grup whatsapp. Dari sini biasanya akan diberikan link menuju kelas onlinenya (Via Google Meeting, Zoom atau Microsoft Teams, misalnya).

Masukkan CV Trainer ke dalam grup tersebut sebelum kelas dimulai, Sehingga peserta bisa melihat. Lalu panitia bisa upselling CV trainer pada saat acara dibuka sehingga trainernya tidak perlu membacakan ulang CVnya atau mempromosikan dirinya terlalu lama.

2) Tidak Berpakaian Yang Pantas Dalam Mengajar

Penulis pernah merekomendasikan sebuah pelatihan motivasi online kepada kolega penulis di LSP Transafe Indonesia. Namun instrukturnya dalam mengajar memakai kaos,peci dan sarung seperti baru bangun tidur atau baru mau sholat. Kolega penulis menanyakan via jaringan pribadi: “Pak, Itu instrukturnya? ini kelas Mengaji ya?”. Kolega lain yang lebih senior menyetakan bahwa “instrukturnya seperti guru mengaji saya di kampung dulu”.

Dan tidak lama, mereka beralasan ada urusan lain sehingga harus segera “Leave Meeting”.

Jujur saja, wajah penulis memerah karena malu merekomendasikan kelas ini kepada mereka.

Penulis beranggapan bahwa kelas online itu sama saja dengan kelas offline dalam hal pakaian. Tetap saja ini adalah sebuah “Show/Performance” dimana orang akan menilai kita dari penampilan kita di depan kamera. Jika penampilan saja tidak menarik peserta kita, bagaimana kita membuat orang tertarik dengan materi kita, apatah lagi berharap pelatihan kita memiliki Impact kepada peserta kita?

Solusi:

Di berbagai perusahaan provider training / PJK3, Biasanya sudah memiliki seragam sebagai identitas institusinya. Capt. Djemy selalu menyarankan minimal instruktur (terutama K3) untuk menggunakan seragam pada saat memberikan training online. Ryska Nababan menyarankan untuk menggunakan pakaian yang “setingkat lebih tinggi” daripada peserta. Untuk Pelatihan kelas operator, bisa menggunakan kemeja rapih / berdasi sedangkan untuk pelatihan softskill, lebih baik menggunakan jas atau batik.

Penulis sendiri memilih menggunakan Batik lengan panjang pada saat melakukan pelatihan soft skill. Walaupun itu penulis lakukan dari rumah.

3) Perhatikan Latar Belakang

Penulis pernah kaget (lebih tepatnya, Salah Fokus) ketika mengikuti sebuah pelatihan K3 online. Instruktur dan panitianya melakukan dari kosan/ kamar pribadinya di rumah. Namun sayangnya, semua peserta bisa melihat latar belakang kamar mereka: gantungan baju yang sudah dipakai.

Ada jeans yang sudah dipakai (masih ada ikat pinggangnya), kaos oblong dan celana pendek di gantungan baju di belakang orang tersebut.

Serunya lagi, sepreinya bermotif Hello Kitty berwarna Pink dengan 2 bantal dan 2 guling yang diatur seperti huruf “T”.

Penulis sudah lupa, Pelatihan apa yang penulis ikuti itu. Mungkin karena yang terekam di benak penulis adalah baju kotor dan sepreinya, ya? Hehehehe…

Solusi:

Gunakan Virtual Background.

Belum tahu pakai virtual background? Berikut ini cara mengaktifkan virtual background di zoom versi desktop dan versi mobile dilansir dari Tek.id

  • Buka aplikasi Zoom di desktop
  • Lalu klik Virtual Background pada menu yang ada di bagian kiri
  • Setelah itu akan tampil pilihan latar belakang default yang dimiliki Zoom. 
  • Pilih salah satu dari background tersebut dengan mengklik backgroundnya, lalu secara otomatis latar belakang Anda akan berubah. 
  • Ada juga pilihan green screen, jika pembaca katigaku punya dan ingin menggunakannya.
Tampilan fitur

Tampilan fitur

Tidak hanya itu, pembaca katigaku juga bisa gunakan foto dari galeri sebagai latar belakang. Caranya ada di menu Virtual Background juga, lalu:

  • Klik simbol + di samping tulisan Choose Virtual Background
  • Muncul pop up box untuk kalian mengupload foto yang ingin dipakai dari perangkat

Versi Mobile

Perlu diketahui, tidak semua smartphone bisa menggunakan fitur ini. 

  • Saat kalian sudah join untuk meeting online, pilih simbol titik tiga di bawah kanan layar untuk membuka menu
  • Klik Virtual Background
  • Pilih latar belakang, prosesnya pemilihan sama dengan versi desktop. Kalian bisa memilih dari default yang ada ataupun mengupload foto dari perangkat.

4) Masih Persiapan Di Virtual Training Room Pada Saat Peserta Masuk

Baru baru ini penulis mengikuti sesi seminar teknik/K3 yang diadakan salah satu organisasi. Link Virtual Training room sudah disebar di grup sejak 10 menit sebelum acara. Tetapi begitu penulis masuk, tampak panitia dan (para) pembicara masih melakukan uji suara, video dan tampilan slide.

Kurang beruntungnya, ada sejumlah pembicara yang kesulitan dalam penayangan link video dan presentasi. Mungkin karena sinyalnya atau perbedaan versi software. Peserta semakin banyak yang memasuki Virtual Training Room tersebut karena di admit oleh panitia yang lain.

Pembicara tersebut gugup, pembicara lainnya ikut gugup, panitia gugup. Peserta yang sudah di dalam kelas bisa melihat hal tersebut.

Solusi:

Lakukan tes 1 Jam Sebelum acara. Pastikan Semua pembicara dan panitia memiliki tampilan presentasi yang baik.

Ryska Nababan menambahkan untuk mengecek 3 hal utama untuk pembicara: Tes Jaringan apakah Baik (Biasanya dengan tanda bar sinyal yang tinggi, bisa dilihat dari host virtual training room tersebut. Kedua, Tes suara pembicara apakah bisa didengar dengan jelas. Bukan hanya oleh pembicara tersebut, tetapi juga pembicara lain dan panitia. Hal ketiga yang harus dites adalah presentasi pembicara. Pastikan bahwa presentasi bisa bergerak dengan baik. Djemy Wagiu mensyaratkan audio maupun video yang terkait dalam presentasi tersebut juga harus dites apakah bisa berjalan dengan baik.

Baik Djemy maupun Ryska setuju dalam kasus ini panitia perlu saling berkoordinasi. Selama settingan belum beres, jangan ada peserta yang di masukkan ke dalam room dulu.

5) Jual Diri Namun Tidak Mencerminkan Yang Baik

Ya, penulis pernah mengikuti sebuah pelatihan gratis yang dilakukan oleh beberapa trainer muda. Seperti layaknya sebuah pelatihan gratis, para trainer ini sebelum/sesudah pelatihan diberi kesempatan utuk mengiklankan diri dan kemampuannya.

Selain penulis ada juga beberapa rekan dari training provider/PJK3 yang hadir di sana. Mungkin karena ini jadwalnya trainer mengiklankan diri, mereka mencari talenta baru untuk diajak bekerjasama.

Beberapa trainer menurut penulis mengiklankan dirinya dengan baik. Sisanya “biasa saja”. Namun ada satu trainer yang menarik perhatian penulis. Dia menyatakan dirinya seorang Master di NLP dan komunikasi dan bicara sekilas penerapannya di berbagai bidang termasuk K3. Sayangnya tidak disampaikan dengan simpatik apalagi menarik. Sang Master ini berbicara sambil mengunyah sesuatu, bergaya cengengesan dan tengil. (Gen Z masih paham istilah itu, kan?).

Sayangnya  hal ini sepertinya malah membuat beberapa peserta tidak berkenan dan langsung melakukan leave meeting. Tidak lama, penulis juga keluar.

Solusi:

Patut Diingat bahwa mengiklankan diri di kelas virtual/pelatihan online tidak ada bedanya dengan pada saat “menjual diri” di kelas offline. Pilih bahasa yang baik, gunakan gesture yang baik, pastikan body language yang baik.

Nah Itu tadi bagian pertama Kesalahan Instruktur K3 Online dalam melaksanakan Pelatihan K3 Online, semoga bermanfaat.

Salam,

Luki Tantra

Trainer Sertifikasi BNSP I Asesor LSP Transafe

Ikuti saya di Twitter Atau Baca Artikel saya yang lain

*Note: Ryska Nababan adalah Elearning Manager di Transafe Indonesia, beliau Juga adalah Trainer Senior di TransWISH Indonesia. Seorang Asesor BNSP di LSP Transafe Indonesia dan Instruktur Tersertifikasi BNSP.

Capt. Djemy Wagiu adalah Training & Operation Manager di Transafe Indonesia. Tersertifikasi Instruktur BNSP dan Koordinator Pemagangan dari Kemnaker dan BNSP.

Source
https://www.tek.id/tek/begini-cara-ganti-background-di-aplikasi-zoom-b1ZJR9hr3

Baca Tulisan

Luki Tantra

Associate Trainer HSE I Asesor LSP Transafe
Back to top button