16 Pelatihan K3 dan Dasar Hukumnya
Pelatihan K3 harus diketahui oleh profesional K3 karena memiliki dasar hukum yang harus ditaati
Pelatihan K3 menentukan kompetensi k3 yang dimiliki oleh pekerja, setiap perusahaan harus menganalisa kebutuhannya terhadap pelatihan K3 ini. Berikut adalah 16 pelatihan K3 yang dipersyaratkan dalam regulasi K3
Pelatihan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) merupakan salah satu aktivitas untuk meningkatkan kompetensi K3. Pelatihan K3 ini banyak yang dipersyaratkan oleh berbagai macam regulasi terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Melalui tulisan ini, katigaku.top menyampaikan berbagai jenis pelatihan K3 sehingga Anda bisa memeriksa kesesuaian tempat kerja Anda dengan daftar yang disediakan dalam tulisan ini.
Berikut adalah daftar pelatihan K3 berdasarkan regulasi terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja:
Daftar Isi
1. Pelatihan Ahli K3 Umum
Ahli K3 Umum merupakan pelatihan K3 yang dasar dan banyak diikuti oleh rekan-rekan profesional K3. Pelatihan AK3 umum biasanya dilaksanakan selama 2 minggu dengan materi sangat beragam dari landasan hukum, teknis operasional K3 hingga studi lapangan (biasa disebut) magang serta diakhiri dengan ujian.
Dasar hukum ahli K3 pertama kali disebutkan sebagai “ahli keselamatan kerja” dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1970 pasal 5:
Pasal 5
(1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
(2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
Ahli keselamatan dan kesehatan kerja dijelaskan lebih lanjut pada Permenaker nomor 2 tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukkan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan. Pasal 2 Permenaker nomor 2 tahun 1992 menyebutkan:
Pasal 2
(1) Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang ditunjuk berwenang menunjuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kerja dengan kriteria tertentu dan pada perusahaan yang memberikan jasa dibidang keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:
a. Suatu tempat kerja dimana pengurus mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 100 orang;
b. Suatu tempat kerja dimana pengurus mempekerjakan tenaga kerja kurang dari 100 orang akan tetapi menggunakan bahan, proses, alat dan atau instalasi yang besar risiko bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja;
Berdasarkan pengalaman pribadi, untuk mendapatkan pelatihan AK3 umum ini, kita bisa menghubungi PJK3 (Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dengan biaya 5-8 juta rupiah.
2. Petugas K3 Peran Kebakaran
Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja menyebutkan persyaratan teknis dalam pembentukan petugas peran kebakaran di tempat kerja. Pasal 5 peraturan tersebut menyebutkan bahwa
Pasal 5
Unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 terdiri dari:
a. Petugas peran kebakaran;
b. Regu penanggulangan kebakaran;
c. Koordinator unit penanggulangan kabakaran;
d. Ahli K3 spesialis penaggulangan kebakaran sebagai penaggungjawab teknis.
Pasal 6 dalam regulasi tersebut mengatur tentang persyaratan penyediaan jumlah petugas peran kebakaran dalam sebuah tempat kerja dibandingkan dengan jumlah pekerja
Pasal 6
(1) Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a, sekurang-kurangnya 2 (dua) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 25 (dua puluh lima) orang.
(2) Regu penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b dan huruf d, ditetapkan untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I yang mempekerjakan tenaga kerja 300 (tiga ratus) orang, atau lebih, atau setiap tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran sedang II, sedang III dan berat.
(3) Koordinator unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pasal 5 huruf c, ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 100 (seratus) orang;
b. Untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran sedang II dan sedang III dan berat, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap unit kerja.
Dalam lampirannya, peraturan tersebut menyebutkan 4 tingkatan dalam peraturan peran kebakaran yaitu:
- Paket D (Tingkat Dasar I) dengan total 25 jam pelajaran
- Paket C ( Tingkat dasar II) dengan total 60 Jam pelajaran
- Paket B (Tingkat Ahli Pratama) dengan total 60 jam pelajaran
- Paket A ( Tingkat Ahli MAdya) dengan total 60 jam pelajaran
3. Hiperkes Dokter Perusahaan
Beberapa perusahaan memiliki dokter yang praktek secara rutin di tempat kerja. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 1 tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Perusahaan pasal 1 menyebutkan:
Pasal 1
Setiap perusahaan diwajibkan untuk mngirimkan setiap dokter perusahaannya untuk mendapatkan latihan dalam bidang Hygiene Perusahaan. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Dalam peraturan tersebut, tidak disebutkan berapa dokter yang harus disediakan dan juga tidak disebutkan tempat kerja seperti apa yang wajib menyediakan dokter perusahaan.
4. Hiperkes Paramedis
Mirip dengan hiperkes dokter perusahaan, paramedis perusahaan pun harus mendapatkan pelatihan Hiperkes (hygiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja) berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 1 tahun 1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bagi Tenaga Para Medis Perusahaan. Pasal 1 dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa:
Pasal 1
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga Para Medis diwajibkan untuk mengirimkan setiap tenaga tersebut untuk mendapatkan latihan dalam bidang Hygiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Dalam peraturan tersebut, tidak disebutkan juga tentang seberapa banyak paramedis yang diminta untuk tiap tempat kerja.
5. Juru Las
Persyaratan tentang juru las disebutkan dalam Permenaker nomor 2 tahun 1982 tentang Kwalifikasi Juru Las di Tempat Kerja. Pasal 3 menyebutkan bahwa:
Pasal 3
(1) Juru las dianggap trampil apabila telah menempuh ujian las dengan hasil memuaskan dan mempunyai sertifikat juru las.
Juru las dibagi menjadi 3 yaitu juru las kelas I, II dan III dengan detail diatur pada pasal 10
Pasal 10
Ujian praktek tersebut pada pasal 8 huruf b, setiap peserta juru las harus dapat menunjukan ketrampilan mengelas seperti tersebut pada tabel 2 lampiran I dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk juru las kelas I (satu) harus lulus melakukan percobaan las, 1G, 2G, 3G, 4G, 5G, dan 6G.
b. untuk juru las kelas II (dua) harus lulus melakukan percobaan las 1G, 2G, 3G dan 4G.
c. untuk juru las kelas III (tiga) harus lulus melakukan percobaan las 1G dan 2G.
6. Petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia
Petugas K3 Kimia dan Ahli K3 kimia diatur oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 187 tahun 1999 terutama diharuskan oleh perusahaan yang dikategorikan sebagai perusahaan potensi bahaya menengah dan besar. Pasal 16 dan 17 peraturan tersebut mengatur tentang:
Pasal 16
(1) Perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahaya besar sebagaimana dimaksud pada pasal 15 ayat (1) wajib :
a. Mempekerjakan petugas K3 Kimia dengan ketentuan apabila dipekerjakan dengan sistem kerja nonshift sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dan apabila dipekerjakan dengan sistem kerja shift sekurang-kurangnya 5 (lima) orang.
b. Mempekerjakan Ahli K3 Kimia sekurang-kurangnya 1 (satu) orang;
c. Membuat dokumen pengendalian potensi bahaya besar;
d. Melaporkan setiap perubahan nama bahan kimia dan kuantitas bahan kimia proses dan modifikasi instalasi yang digunakan;
e. Melakukan pemeriksaan dan pengujian faktor kimia yang ada di tempat kerja sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali;
f. Melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi yang ada di tempat kerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali;
g. Melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
(2) Pengujian faktor kimia dan instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan f dilakukan oleh perusahaan jasa K3 atau instansi yang berwenang.
Pasal 17
(1) Perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahaya menengah sebagaimana dimaksud pada pasal 15 ayat (2) wajib :
a. Mempunyai petugas K3 Kimia dengan ketentuan apabila dipekerjakan dengan sistem kerja nonshift sekurang-kurangnya 1 (satu) orang, dan apabila dipekerjakan dengan mempergunakan shift sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang;
b. Membuat dokumen pengendalian potensi bahaya menengah;
c. Melaporkan setiap perubahan nama bahan kimia dan kuantitas bahan kimia proses dan modifikasi instalasi yang digunakan;
d. Melakukan pemeriksaan dan pengujian faktor kimia yang ada di tempat kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali;
e. Melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi yang ada di tempat kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali;
f. Melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
(2) Pengujian faktor kimia dan instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan e dilakukan oleh perusahaan jasa K3 atau instansi yang berwenang.
7. Pelatihan K3 Teknisi Perancah, Ahli Utama K3 Konstruksi, Ahli Madya K3 Konstruksi, Ahli Muda Konstruksi
Pelatihan K3 Teknisi Perancah, Ahli Utama K3 Konstruksi, Ahli Madya K3 Konstruksi, Ahli Muda Konstruksi diatur pada Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan no. Kep 20/DJPPK/VI.2004 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Konstruksi Bangunan. Penetapan pertama dan kedua pada peraturan tersebut menjelaskan tentang seberapa banyak petugas yang diminta dalam regulasi ini
Pertama : Setiap proyek konstruksi bangunan yang memperkerjakan tenaga kerja lebih 100 orang atau penyelenggaraan proyek di atas 6 (enam) bulan, harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Ahli Utama K3 Konstruksi, 1 (satu) orang Ahli Madya K3 Konstruksi dan 2 orang Ahli Muda K3 Konstruksi
Kedua : Setiap proyek konstruksi bangunan yang memperkerjakan tenaga kerja kurang 100 orang atau penyelenggaraan proyek di bawah 6 (enam) bulan, harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Ahli madya K3 konstruksi dan 1 (satu) orang Ahli Muda K3 konstruksi.
8. Petugas P3K (Pertolongan Pertama Pada Tempat Kerja)
Petugas P3K di tempat kerja sangat berguna untuk memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada pekerja di tempat kerja yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja. Dasar hukum petugas P3K adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 15 tahun 2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Tempat Kerja. Pasal 5 Permenakertrans nomor 15 tahun 2008 menyebutkan bahwa:
Pasal 5
(1) Petugas P3K di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), ditentukan berdasarkan jumlah pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja, dengan rasio sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.
(2) Pengurus wajib mengatur tersedianya Petugas P3K pada :
a. Tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter lebih sesuai jumlah pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja;
b. Tempat kerja di setiap lantai yang berbeda di gedung bertingkat sesuai jumlah pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja;
c. Tempat kerja dengan jadwal kerja shift sesuai jumlah pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja.
Jumlah petugas P3K yang diatur oleh Permenaker 15 tahun 2008 terdapat pada lampiran regulasinya. Tempat kerja dengan potensi bahaya tinggi setiap kelipatan 100 orang diwajibkan untuk memiliki 1 petugas P3K.
9. Auditor Internal SMK3 (Sistem Manajemen K3)
Peraturan Pemerintah nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja menyebutkan keharusan memiliki auditor SMK3 untuk perusahaan yang ingin memiliki sertifikasi berdasarkan SMK3. Elemen 11 dalam SMK3 menyebutkan tentang auditor SMK3:
11. Pemeriksaan SMK3
11.1 Audit Internal SMK3
11.1.1 Audit internal SMK3 yang terjadwal dilaksanakan untuk memeriksa kesesuaian kegiatan perencanaan dan untuk menentukan efektifitas kegiatan tersebut.
11.1.2 Audit internal SMK3 dilakukan oleh petugas yang independen, berkompeten dan berwenang.
11.1.3 Laporan audit didistribusikan kepada pengusaha atau pengurus dan petugas lain yang berkepentingan dan dipantau untuk menjamin dilakukannya tindakan perbaikan.
10. Ahli K3 listrik dan teknisi K3 listrik
Listrik merupakan salah satu risiko yang ada di hampir setiap tempat kerja. Risiko dapat muncul saat penyambungan instalasi, pemeliharaan, dan pemutusan listrik. Pemerintah telah mengatur Ahli K3 listrik dan teknisi K3 listrik pada Permenaker nomor 12 Tahun 2015 Pasal 6 ayat 3&4:
Pasal 6
(3) Perencanaan, pemasangan, perubahan, dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan oleh:
a. Ahli K3 bidang Listrik pada Perusahaan; atau
b. Ahli K3 bidang Listrik pada PJK3.
(4) Dalam hal kegiatan yang dilaksanakan berupa pemasangan dan pemeliharaan pada pembangkitan, transmisi, distribusi dan pemanfaatan listrik, dapat dilakukan oleh:
a. Teknisi K3 Listrik pada perusahaan; atau
b. Teknisi K3 Listrik pada PJK3.
Ahli K3 listrik juga dipersyaratkan untuk memeriksa atau menguji instalasi penyalur petir. Hal ini disebutkan dalam Permenaker nomor 31 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor Per.02/Men/1989 tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir pasal 49A:
Pasal 49A
Pembuatan, pemasangan, dan/atau perubahan instalasi penyalur petir harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian oleh Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Listrik dan/atau Ahli K3 bidang Listrik.
11. Pelatihan K3 Tenaga kerja bangunan tinggi dan pada ketinggian
Kompetensi tenaga kerja bangunan tinggi dan pada ketingggian merupakan salah satu kompetensi terbaru yang dipersyaratkan oleh Kementerian Tenaga Kerja. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 9 Tahun 2016 menyebutkan bahwa:
Pasal 31
Pengusaha dan/atau Pengurus wajib menyediakan Tenaga Kerja yang:
a. kompeten; dan
b. berwenang di bidang K3; dalam pekerjaan pada ketinggian.
Pasal 31 ini dijelaskan lagi pada pasal 35 yaitu
Pasal 35
Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 meliputi:
a. Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 1 (satu);
b. Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 2 (dua);
c. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 1 (satu);
d. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 2 (dua); dan
e. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 3 (tiga).
Hal yang menjadi bahan diskusi pada regulasi ini adalah terkait dengan definisi “ketinggian” yang sangat luas dan tidak memiliki batas metriknya. Hal ini dijelaskan pada bagian definisi pada regulasi tersebut:
2. Bekerja pada Ketinggian adalah kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh Tenaga Kerja pada Tempat Kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau orang lain yang berada di Tempat Kerja cedera atau meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda.
12. Operator K3 dan Teknisi Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
Tangki Timbun adalah bejana selain bejana tekanan yang menyimpan atau menimbun cairan bahan berbahaya atau cairan lainnya, di dalamnya terdapat gaya tekan yang ditimbulkan oleh berat cairan yang disimpan atau ditimbun dengan volume tertentu. Bejana Tekanan adalah bejana selain Pesawat Uap yang di dalamnya terdapat tekanan dan dipakai untuk menampung gas, udara, campuran gas, atau campuran udara baik dikempa menjadi cair dalam keadaan larut maupun beku.
Operator K3 dan teknisi bejana tekanan dan tangki timbun telah diatur oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 37 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bejanan Tekanan dan Tangki Timbun. Pada pasal 59 disebutkan bahwa:
Pasal 59
(1) Pengangkutan Bejana Tekanan dan Tangki Timbun dilakukan oleh operator K3.
(2) Pemasangan, pemeliharaan, perbaikan, modifikasi dan pengisian Bejana Tekanan dan Tangki Timbun dilakukan oleh teknisi K3 bidang Bejana Tekanan dan Tangki Timbun.
(3) Pekerjaan pengelasan pada pembuatan, pemasangan, pemeliharaan, perbaikan atau modifikasi Bejana Tekanan dan Tangki Timbun dilakukan oleh juru las.
(4) Operator K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), teknisi K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan juru las sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
13. Operator K3 Produksi dan Teknisi K3 Produksi
Operator K3 produksi dan teknisi K3 produksi juga salah satu kompetensi baru yang dipersyaratkan oleh Kementerian Tenaga Kerja. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 38 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan kesehatan kerja Pesawat Tenaga dan Produksi Pasal 110 menyebutkan bahwa:
Pasal 110
(1) Pemasangan atau perakitan, pemeliharaan, perbaikan, perubahan atau modifikasi Pesawat Tenaga dan Produksi dilakukan oleh teknisi K3 bidang Pesawat Tenaga dan Produksi.
(2) Pengoperasian Pesawat Tenaga dan Produksi dilakukan oleh operator K3 bidang Pesawat Tenaga dan Produksi.
(3) Teknisi dan operator K3 bidang Pesawat Tenaga dan Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
14. Teknisi K3 dan Operator K3 Elevator dan Eskalator
Elevator adalah pesawat lift yang mempunyai kereta dan bobot imbang bergerak naik turun mengikuti rel-rel pemandu yang dipasang secara permanen pada bangunan, memiliki governor dan digunakan untuk mengangkut orang dan/atau barang. Eskalator adalah pesawat transportasi untuk
memindahkan orang dan/atau barang, mengikuti jalur lintasan rel yang digerakkan oleh motor listrik.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 6 Tahun 2017 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Elevator dan Eskalator mengatur terkait dengan pemenuhan teknisi K3 elevator dan K3 Elevator. Pasal 54 menyebutkan bahwa:
Pasal 54
(1) Pemasangan,perakitan, perbaikan, perawatan, pemeliharaan dan/atau pengoperasianElevator dan Eskalator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus dilakukan Teknisi K3 Elevator dan Eskalator.
(2) Dalam hal pemeliharaan dan pengoperasianElevator dan Eskalator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat dilakukan Operator K3 Elevator dan Eskalator.
(3) Teknisi K3 dan Operator K3 bidang Elevator dan Eskalator dan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memiliki kompetensi dan kewenanganK3 Elevator dan Eskalator.
15. Ahli K3 Lingkungan Kerja
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja menyebutkan tentang personil Ahli K3 Lingkungan Kerja. Pasal 45 menyebutkan tentang:
Pasal 45
(1) Pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) harus dilakukan oleh personil K3 bidang Lingkungan Kerja.
(2) Personil K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Ahli K3 Muda Lingkungan Kerja;
b. Ahli K3 Madya Lingkungan Kerja; dan
c. Ahli K3 Utama Lingkungan Kerja.
16. Teknisi, Operator, Juru Ikat (rigger) dan Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Angkut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 8 Tahun 2020 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Angkat dan Angkut. Personel K3 disebutkan dalam Permenaker 8 tahun 2020 ini. Adapun personel tersebut meliputi:
- Teknisi;
- Operator;
- Juru Ikat (rigger); dan
- Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut.
Tugas dari masing-masing personel K3 tersebut meliputi:
(1) Pemasangan dan/atau perakitan, pemeliharaan dan perawatan, perbaikan, dan perubahan atau modifikasi Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut harus dilakukan oleh Teknisi bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut.
(2) Pengoperasian Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut harus dilakukan oleh Operator dengan kualifikasi sesuai jenis dan kapasitas Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut.
(3) Pengoperasian Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut yang karena kekhususannya harus dibantu oleh Juru Ikat [rigger).
(4) Pemeriksaan dan pengujian Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut dilakukan oleh Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut dan Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Pesawat Angkat Dan Pesawat Angkut.
Penutup
Demikian kami telah menjelaskan 15 pelatihan k3, kompetensinya serta dasar hukumnya. Setiap perusahaan harus menganalisis kebutuhannya masing-masing untuk menyediakan personil yang memiliki kompetensi dari pelatihan K3 ini. Tidak semua pelatihan K3 ini harus diikuti oleh setiap perusahaan.