Manajemen Risiko Stres Kerja
- Pengertian Manajemen Risiko
Terdapat berbagai macam pengertian menurut beberapa pakar. Menurut Smith, 1990 manajemen risiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut. Menurut Clough and Sears, 1994, manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian. menurut William, et.al.,1995,p.27 manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi. menurut Dorfman, 1998, p. 9, Manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian.
Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko (Uher,1996). Tiga tahapan utama dalam melakukan pendekatan sistematis mengenai manajemen risiko yaitu (Soeharto, 1999):
- Identifikasi risiko
- Analisa dan evaluasi risiko
- Respon atau reaksi untuk menanggulangi risiko tersebut
- Pengertian Stres dan Stres Kerja
Stres adalah sebuah cara yang dilakukan tubuh manusia dalam merespon segala jenis tuntutan. Stres dapat disebabkan oleh pengalaman baik atau buruk. Ketika orang merasakan stres karena sesuatu yang terjadi di sekitarnya, tubuhnya akan beraksi dengan melepas zat-zat kimia ke dalam darah. Zat-zat kimia ini memberikan orang tersebut lebih banyak energi dan kekuatan yang dapat menjadi kebaikan jika stresnya itu disebabkan olehh bahaya fisik. Tetapi stres juga bisa menjadi buruk jika terjadi respon dalam bentuk emosi dan tidak ada penyaluran untuk untuk kelebihan energi dan kekuatan tersebut (www.mtstcil.org). Menurut Morgan dan King, stres adalah suatu keadaan internal yang disebabkan oleh tuntutan tubuh (kondisi sakit, latihan fisik, suuhu ekstrem, dan sebagainya) atau lingkungan dan situasi sosial, yang berpotensi berbahaya, tidak terkontrol, atau melebihi sumber daya kita untuk melakukan coping (Morgan & King, 1986: 321). Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994).
Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa.
Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956).
Pengertian stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Selye, dalam Beehr, et al., 1992: 623). Berdasarkan definisi tersebut, stres kerja Banyak ahli mengemukakan mengenai penyebab stres kerja itu sendiri. Soewondo (1992) mengadakan penelitian dengan sampel 300 karyawan swasta di Jakarta, menemukan bahwa penyebab stres kerja terdiri atas 4 (empat) hal utama, yakni:
- Kondisi dan situasi pekerjaan
- Pekerjaannya
- Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas
- Hubungan interpersonal
Luthans (1992) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:
- Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.
- Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
- Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup.
- Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
Sedangkan Cooper dan Davidson (1991) membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:
- Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan.
- Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah:
- Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.
- Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).
- Kerangka Kerja Manajemen Risiko
Framework atau kerangka kerja dari manajemen risiko tergambar dari bagan dibawah ini:
(Sumber: European Agency for Safety and Health at Work )
Berdasarkan kerangka kerja tersebut kita dapatkan bahwa dalam memanajemen (melakukan pengaturan) sebuah risiko stress terdiri dari dua hal, yaitu:
- Evaluasi, terdiri atas:
- Risk Assessment
Risk assessment adalah seluruh proses yang mencakup risk identification, risk analysis dan risk evaluation. (AS/NZS 4360:2004)
- Â Risk Reduction
Risk reduction merupakan cara atau teknik mengurangi risiko dengan preventif, kontrol, dan mitigasi.
- Organizational/learning and training
Dalam melakukan evaluasi, terkadang dibutuhkan translation dalam menerjemahkan risk assessment yang telah dianalisis sehingga didapatkan risk reduction.
- Risk Assasment : The Control Cycle
Â
Siklus kontrol ialah proses yang sistematis untuk mengidentifikasi bahaya, menganalisis dan mengelola risiko, dan melindungi pekerja (Cox & Griffiths, 1995 dalam European Agency for Safety and Health at Work)
 |
 |
Pada tahap 1 samapai tahap 5 sifatnya recursive (berulang) dan didesain untuk melakukan perbaikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang sifatnya continyu/berkelanjutan.
- Prinsip Menejemen Stres
Menurut Beer (1979), manajemen stres dapat difklasifikasikan berdasarkan 2 hal yaitu:
- Strategi dan Objektif
Â
- Prevention dengan strategi Desain dan pelatihan pekerja
Hal ini dilakukan sebelum munculnya stress. Contoh : pengaturan shift kerja, desain ulang lingkungan kerja yang menimbulkan stress, motivation training
- Timely Reaction dengan strategi yang dilakukan oleh top management untuk menyelesaikan permasalahan dengan meningkatkan kemampuan organisasi dan manajerial.
Manager mampu mengetahui dan mengidenfikasi apa permasalahan yang ada di tempat kerja. Biasanya manajer melakukan intervensi saat muncul gambaran-gambaran tentang stress di perusahaannya agar permasalahan stress tidak membesar. Contoh : tindakan yang cepat saat kasus stress muncul.
- Rehabilitation dengan strategi kasus stress sudah muncul
Cara bagaimana cara menaggulangi masalah yang telah ada menaggulangi stress yang ada agar hilang. Contoh : Konseling
Berikut ini merupakan tabel pengklasifikasian berdasarkan strategi dan objektif :
Objektif | Strategi |
Prevention | Desain dan pelatihan pekerja |
Timely Reaction | Dilakukan oleh top management untuk menyelesaikan permasalahan dengan meningkatkan kemampuan organisasi dan manajerial |
Rehabilitation | Dukungan tambahan seperti konseling; |
- Agen dan Target
Â
- Organisasi ke organisasi, maksudnya adalah program penanggulangan stress yang dibuat oleh management perusahaan dengan tujuan menanggulangi stres dalam tingkat perusahaan. Contohnya: System Management ataupun Kebijakan (Sangat besar/umum) dengan melakukan review system manajemen dengan kebijakan yang tidak membuat stress kerja.
- Organisasi ke individu, maksudnya adalah program penanggulangan stress yang dibuat oleh management perusahaan dengan tujuan menanggulangi stres dalam tingkat individu. Contohnya: Pemberian training dan pemberlakuan SOP.
- Individu ke organisasi, maksudnya adalah umpan balik yang dibuat oleh pekerja dalam penggulangan stress yang ada di perusahaannya Contohnya: masukan dari pekerja kepada perusahaan dalam menanggulangi stress.
- Individu ke individu, maksudnya adalah maksudnya adalah usaha penaggulangan stress mandiri yang dilakukan oleh pekerja. Contohnya: personal stress manajemen, mengambil sisi positif dalam tiap kasus yang mungkin menyebabkan stress.
Berikut ini merupakan tabel pengklasifikasian berdasarkan agen dan target :
Agen | Target |
Organisasi | Organisasi |
Organisasi | Pekerja (Individual) |
Pekerja | Organisasi |
Pekerja | Pekerja (Individual) |
- Intervensi
Â
Program intervensi terdiri atas 3 hal, antara lain:
- Primer
Yaitu dengan cara menurunkan Stressor (mengendalikan bahaya). Bahaya yang ada ditempat kerja dikendalikan agar risiko terjadinya kecelakaan diminimalisasi dengan baik.
- Sekunder
Yaitu dengan cara pelatihan atau training pekerja. Para pekerja dilatih dengan pengarahan oleh perusahaan untuk menurunkan tingkat bahaya stres kerja.
- Tersier
Melalui pendampingan pekerja. Dari top manajemen atau ahli K3 melakukan pendampingan selama pekerja melakukan tugasnya. Mulai dari menilai tahapan-tahapan pekerjaan hingga menilai keluhan pekerja.
- Strategi Menangani Stres di Tempat Kerja
Kemampuan individu dalam menangani stres di tempat kerja berbeda-beda. Dalam menghadapi stressor yang sama, misalnya deadline waktu penyelesaian suatu tugas, tingkat atau konsekuensi stres yang dialami bisa berbeda. Karyawan yang satu bereaksi terhadap stressor tersebut dengan tetap rileks dan fokus. Sedangkan rekannya terlihat panik dan tegang dalam penyelesaian tugas, serta menjadi mudah marah.
Secara individu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan karyawan untuk mengendalikan stres di tempat kerja. Cara tersebut diantaranya adalah dengan menerapkan manajemen waktu, secara rutin melakukan latihan fisik dan mental seperti olahraga dan relaksasi, serta membina jejaring sosial yang luas. Sedangkan secara organisasi, ada lima strategi yang bisa dilakukan perusahaan untuk membantu karyawan menangani stres di tempat kerja. Kelima strategi adalah: menghilangkan stressor atau pemicu stres, menjauhkan karyawan dari stressor, mengubah persepsi karyawan terhadap stressor, mengendalikan konsekuensi dari stres, dan menyediakan dukungan sosial bagi karyawan yang menghadapi stres.
Contoh praktek manajemen stres yang dilakukan perusahaan terkait dengan kelima strategi di atas adalah: konseling klinis dan personal, uraian pekerjaan yang jelas, jaminan kerja seperti asuransi dan tunjangan kesehatan, jam kerja yang fleksibel, tempat atau sarana bagi karyawan melakukan meditasi, berolahraga atau berkesenian, keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan keputusan dan perubahan di perusahaan, serta program-program yang terkait dengan perbaikan kesehatan karyawan.
Kesimpulannya, minimal ada dua pilihan yang dapat diambil dalam menghadapi stres: to fight or flight. Melawan atau menghindar. Pekerja pemenang adalah mereka yang tidak hanya mampu melawan, tetapi juga mampu mengelola stres di tempat kerja dan menjadikannya sebagai suatu tantangan untuk hasilkan kinerja yang lebih tinggi.
Berikut ini adalah tips-tips mengatasi stress di kantor :
- Membuat perencanaan pekerjaan baik rencana harian, maupun bulanan
- Ingat kembali apakah pernah mengalami masalah yang sama di kantor yang lama dan pernah ada cara untuk mengatasinya
- Membangun komunikasi yang baik antar karyawan sehingga menciptakan suasana yang baik dan menyenangkan
- Lakukan tugas yang diberikan dengan memberi yang terbaik, bila memang tidak mengerti jangan segan untuk bertanya agar tidak ada kesalahan
- Ambil waktu santai sejenak beberapa menit dalam beberapa kali agar tidak merasa jenuh dan jangan melakukan apapun saat santai tersebut
- Sikap saling toleransi antar karyawan
- Delegasikan sebagian tanggung jawab anda kepada anak buah anda.
- Pertahankan semangat tim anda, misalnya dengan melakukan perayaan-perayaan kecil, adakan acara kebersamaan
- Bila lingkungan kerja tidak baik seperti bising karena kurang ventilasi atau hal-hal fisik lain yang mengganggu usahakan cari solusi bersama dengan karyawan lain agar lingkungan kerja dapat lebih baik
Kemaslah kesempatan-kesempatan berkomunikasi dengan menarik seperti misalnya:
- Doa bersama setiap pagi sebelum memulai pekerjaan
- Coffee morning sebulan sekali bersama karyawan
- Pertemuan harian/mingguan/bulanan (atur sesuai kebutuhan)
- Reward and punishment: berikan penghargaan dan ingatan mengenai prestasi karyawan
- Kejutan-kejutan kecil untuk karyawan
- Kegiatan sosial/seni yang perusahaan mampu lakukan
Daftar Pustaka
Â
European Agency For Safety And Health At Work. 2000. Research On Work Related Stress. Luxemburg.
Saragih, Eva H.. Manajemen Stres di Tempat Kerja. http://www.ppm-manajemen.ac.id/index.php?wb=09&mib=ppm_articles.detail&id=3. Diakses pada 17 Desember 2010.
Simalango, Melva Emsy. Cara Mengatasi Stress Di Kantor. http://vibizmanagement.com/column.php?sub=226&id=2243&page=hr&awal=0. Diakses pada 17 Desember 2010.
Tanpa nama. Manajemen Resiko Definisi dan Manfaat. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/09/manajemen-resiko-definisi-dan-manfaat.html. Diakses pada 17 Desember 2010.
UK National Work Stress Network. What is work-related Stress?. http://www.workstress.net/whatis.htm. Diakses pada 17 Desember 2010.
Widyasari, Putri. Stres Kerja. http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres-kerja.html. Diakses pada 17 Desember 2010.