Dibiayai ke 23rd World Congress on Occupational Safety and Health di Sydney
World Congress on Safety and Health at Work bisa dibilang merupakan acara pertemuan para Profesional Keselamatan dan Kesehatan kerja terbesar di dunia. Acara ini diikuti oleh pembuat kebijakan K3 di banyak negara, ahli K3 dari perusahaan-perusahaan besar di dunia, akademisi di bidang K3 dari banyak universitas, serta para innovator di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
World Congress on Safety and Health at Work di tahun 2024 telah memasuki edisi ke 23. Acara ini sebenarnya telah dimulai dari tahun 1955 dan terus diadakan kurang lebih setiap 3 tahun sekali dengan kota tuan rumah yang berganti-ganti. Di tahun 1955, acara ini diadakan di Roma, Italia; tahun 2021 di Toronto, Kanada; sedangkan di tahun 2024 dilaksanakan di Sydney, Australia.
Alhamdulillah, saya berkesempatan menjadi peserta penerima full fellowship untuk menghadiri acara 23rd World Congress on Safety and Health at Work di Sydney. Saya akan bercerita pengalaman saya di acara tersebut melalui tulisan ini. Semoga rekan-rekan mengambil manfaat dari tulisan ini.
Sebelum keberangkatan
Saya mendapatkan informasi terkait dengan Kongres ini dari sebuah grup WhatsApp Komunitas HSE. Memang, saya mengikuti lebih dari 5 grup WhatsApp HSE dan alhamdulillah dengan mengikuti grup-grup WhatsApp tersebut, saya mendapatkan banyak informasi. Salah satunya adalah informasi terkait dengan kongres atau konferensi terkakit dengan K3.
Karena dari bangku kuliah saya memang suka mengikuti konferensi, saya dengan semangat meng-klik tautan informasi terkait dengan 23rd Congress on Safety and Heath at Work. Saya mungkin punya semangat untuk mencari informasi tapi saya juga sadar bahwa kemampuan finansial pribadi dan dukungan dari pihak terkait untuk datang ke acara seperti ini masih belum pasti.
Awalnya, saya hanya membaca-baca terkait dengan pelaksanaan Kongres ini yang dilaksanakan di Sydney. Saya juga telah melihat biaya registrasi Kongres ini yang mahal, tiket pesawat yang mahal, biaya hotel yang mahal serta biaya akomodasi yang mahal membuat saya mengurungkan semangat saya untuk datang di Kongres ini.
Di waktu kosong saya, saya mencoba melihat kembali website Kongres ini dengan tujuan mencari kesempatan untuk participant sponsorship atau hanya sekedar free registration. Alhamdulillah, saya menemukan tautan untuk full fellowship.
Full fellowship merupakan sebuah program dengan tujuan menjalin persahabatan antar pihak. Full fellowship pada Kongres ini mencakup pembebasan peserta dari biaya registrasi, biaya transportasi dari rumah peserta di masing-masing negara hingga sampai ke gedung kongres, biaya menginap di hotel dan bahkan biaya makan harian yang belakangan saya baru tahu jumlahnya adalah AUD 500. Full fellowship ini hanya diperuntukkan untuk negara berkembang, Indonesia masuk ke dalam kategori tersebut.
Saya kemudian mencermati persyaratan apa saja untuk mendapatkan full fellowship tersebut. Mereka mewajibkan kandidat untuk mengirim abstrak tentang K3. Tanpa berpikir panjang, saya langsung menyiapkan abstrak dengan tema terkait komunikasi K3 dengan Katigaku.
Lama tak terdengar kabar keputusan tentang abstrak yang saya submit, saya akhirnya mendapatkan kabar setelah lebih dari 2 bulan menunggu. Kabarnya, alhamdulillah, membuat saya senang. Sebuah email datang dan menyebutkan bahwa abstrak saya diterima dan saya mendapatkan full fellowship!
Persiapan keberangkatan
Langkah pertama yang saya siapkan untuk keberangkatan adalah memperbarui paspor saya yang sudah lama mati. Saya membuat paspor baru di Kantor Imigrasi Kota Bekasi. Catatan dalam pembuatan paspor di sini hanyalah terkait dengan persyaratan yang masih harus foto kopi padahal saya sudah submit data melalui sistem on-line.
Pembuatan Visa Australia adalah langkah selanjutnya yang harus saya tempuh. Pembuatan Visa Australia sepenuhnya dilakukan secara on-line. Saya harus meng-upload seluruh data via sistem Imigrasi Australia. Menurut Saya, membuat Visa Australia jauh lebih mudah dibandingkan membuat Visa Schengen Eropa atau bahkan lebih mudah dibandingkan Visa China.
Saya bilang lebih mudah karena saya sama sekali tidak perlu ke Kedutaan Besar Australia dan tidak perlu untuk melakukan wawancara dengan pihak Imigrasi Australia. Bahkan, membuat Visa Australia tidak perlu menunjukkan reservasi hotel seperti yang dipersyaratkan oleh Visa Schengen dan Visa China.
Saya melengkapi persiapan keberangkatan saya dengan membeli makanan-makanan yang mengandung MSG, saya khawatir makanan-makan di Australia akan berasa tawar nan hambar sebagaimana yang saya temui di negara luar negeri. Tak lupa, saya membawa baju-baju yang cukup dan dimasukkan dalam 1 koper. Keputusan membawa 1 koper ini yang saya agak sesali di kemudian hari.
Pengalaman Keberangkatan ke Sydney – Australia
Sebenarnya, seluruh biaya keberangkatan dari rumah saya di Cikarang hingga ke Sydney itu akan ditanggung oleh panitia Congress dengan sistem reimbursement. Jadi, saya bisa memilih moda transportasi apapun untuk berangkat dari rumah ke bandara.
Untuk keberangkatan ke bandara, saya memilih berangkat dengan menggunakan kereta bandara. Saya berangkat dari stasiun terdekat dengan commuter line menuju ke Stasiun Manggarai. Saya menyediakan spare waktu 5 jam kira-kira untuk total waktu perjalanan dari Cikarang hingga Bandara Soekarno-Hatta.
Saya memilih Kereta Bandara karena saya ingin mencobanya untuk pertama kali. Saya tiba di Stasiun Manggarai sekitar jam 16.20 dan lanjut naik kereta bandara jam 16.30. Perjalanan yang kurang lebih memakan waktu 1 jam itu bisa dibilang perjalanan yang nyaman dan lebih pasti.
Sesampainya di Bandara, saya kemudian melakukan transfer terminal bandara ke Terminal 3 Ultimate dengan menggunakan Kalayang Bandara. Pengalaman menggunakan Kalayang mengingatkan saya terhadap pengalaman di Bandara Changi yang juga harus transfer antar terminal dengan menggunakan kereta.
Saya kemudian melanjutkan dengan check-in bagasi pesawat dengan Armada Qantas. Seperti biasa, saya memasukkan tas punggung saya dan koper ke dalam bagasi pesawat dan menyisakan tas kecil untuk dibawa ke kabin pesawat. Tak lupa, saya makan malam dulu di Bandara, ya meskipun dengan harga yang lebih tinggi daripada di luar Bandara, tetapi alhamdulillah semua kita syukuri.
Saya pun melanjutkan dengan Shalat Maghrib dan Isya di-jama’ karena perjalanan yang sangat jauh dan agar tidak perlu lagi shalat Isya di pesawat. Oh ya, saya mengusahakan agar tetap dalam kondisi memiliki wudhu sebelum memakai kaos kaki, sehingga nanti ketika Shalat Subuh di Pesawat saya tidak perlu wudhu di toilet dengan membuka sepatu. Hal ini disebut sebagai khuf dan telah banyak diulas oleh ulama.
Lalu, saya masuk ke area boarding. Pastinya, sebelum masuk ke area ini, boarding pass, tiket, paspor dan visa saya diperiksa oleh petugas. Saya juga diperiksa dengan menggunakan X-ray untuk memastikan tidak ada barang-barang berbahaya dibawa keluar negeri.
Pemeriksaan X-ray ini mengharuskan kita untuk melepas semua benda-benda yang mengandung logam yang mana hal tersebut sedikit menyusahkan bagi saya. Oleh karenanya, saya jarang menggunakan celana yang harus memakai ikat pinggang ketika melewati X-ray ini agar tidak perlu lagi melepas ikat pinggang dan memakainya kembali.
Pada area tunggu, saya menjumpai 2 rekan fellowship dari Indonesia yang berangkat dari Bandara Soekarno Hatta. Saya juga menjumpai 1 kandidat Doktor yang sedang berkuliah di K3 FKM UI. Alhamdulillah punya kenalan baru dalam perjalanan ini. Bersama mereka lah, saya melewati hari-hari saya di Sydney nanti.
Karena waktu boarding sudah tiba, saya kemudian masuk ke dalam pesawat Airbus milik maskapai Qantas. Sebenarnya, saya membayangkan Airbus 2 tingkat seperti yang pernah saya gunakan ketika ke Paris. Namun, Airbus yang saya pakai ini sepertinya tipe di bawahnya karena hanya memiliki 1 tingkat.
Kesan menggunakan Qantas ini bagi saya cukup baik. Makanan yang diberikan enak, cabin crew ramah-ramah. Tetapi, kalau saya bandingkan dengan maskapai flag carrier seperti Singapore Airlines atau Garuda Indonesia, menurut saya Qantas ini masih kalah. Cabin entertainment yang diberikan melalui layar di depan penumpang bisa dibilang jadul dan tidak responsif, kabin tidak memiliki wangi khas, dan cabin crew-nya baik pramugara atau pramugari sudah terlihat lebih senior.
Seperti biasa, saya tidak bisa tidur di pesawat. Entah mengapa, saya lebih bisa tertidur nyenyak di Agra mas jurusan Pasar Rebo-Cikarang daripada di pesawat apapun itu jurusannya. Saya tidak tahu pasti kenapa, mungkin karena bangku pesawat yang terlalu tegak, ruang kaki yang terlalu sempit, tekanan udara yang turun atau hal lain.
Untungnya, saya bersampingan dengan seorang Ibu yang ternyata berpindah kewarganegaraan dari sebelumnya WNI menjadi Warga Negara Australia. Sepanjang perjalanan Ibu itu bertanya dan mengajak mengobrol. Saya tentunya tidak merasa terganggu karena saya juga tidak bisa tidur. Saya mendegarkan kisah-kisah Ibu dari Indonesia ke Australia. Saya pun diberikan tips yang penting: isilah incoming passenger card dengan sejujur-jujurnya!
Incoming passenger card adalah sebuah lembar isian yang diberikan kepada setiap penumpang yang datang ke Australia. Dokumen tersebut berisi deklarasi tentang detail stay kita di Australia dan barang-barang apa yang kita bawa.
Poin yang akan diperiksa pada kartu ini adalah terkait dengan barang-barang yang dibawa. Kartu tersebut memuat pertanyaan-pertanyaan tentang barang yang kita bawa apakah mengandung obat-obatan tertentu, alkohol, barang-barang peternakan, tanah, dan lain-lain.
Saya ditekankan oleh Ibu yang duduk di samping kursi saya bahwa ”Jika kamu tidak yakin mau menjawab apa, maka jawablah YA untuk setiap pertanyaan yang ada”. Misal, kita membawa mie instan di mana pasti di mie instan tersebut terdapat bumbu yang berasal dari barang peternakan, maka kita harus menjawab ”YA” pada pertanyaan terkait barang peternakan.
Biasanya, kita cenderung defensif apabila ada kartu deklarasi barang seperti ini di setiap negara tujuan. Kita cenderung menjawab ”TIDAK” pada setiap ketidakyakinan kita. Tetapi, Australia malah mengharuskan kita menjawab ”YA” pada setiap ketidakyakinan kita bahkan untuk volume barang yang sangat kecil seperti bumbu mie instan tersebut.
Kartu deklarasi tersebut ternyata benar-benar dicek di counter pemeriksaan pendatang. Saya harus mengakui bahwa Australia adalah negara yang sejauh ini menurut saya paling ketat dalam pemeriksaan biosecurity karena pemeriksaan menyeluruh terkait barang yang kita bawa. Hal ini tentunya bagus tidak hanya untuk melindungi penduduk Australia tapi juga keanekaragaman hayati yang ada di sana.
Boleh dibilang, kata lebih tepatnya adalah ”saya terkesan” dengan pemeriksaan biosecurity ini. Sampai-sampai saya sering menonton film dokumenter imigrasi Australia di Facebook. Saya yakin ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari episode yang ada.
Kedatangan di Sydney
Alhamdulillah saya mendarat dengan selamat di Sydney. Saya menyelesaikan beberapa prosedur administrasi untuk kemudian bisa melihat birunya langit Sydney. Saya merasakan cuaca yang unik, terang benderang namun tiada polusi dan untuk temperatur juga sejuk seperti di Ciawi.
Rupanya, panitia Kongres telah menyiapkan jemputan untuk delegasi Indonesia. Mobil yang digunakan untuk menjemput adalah Mercedes Benz V250d Avantgarde berkelir hitam yang terasa ekslusif. Bertambah ekslusif dengan pengemudinya yang menggunakan stelan jas hitam rapih yang profesional bahkan menolak untuk diberikan uang tips. Kami pun diantarnya ke hotel Ibis di pinggiran Darling Harbour.
Sesampainya di hotel, kami belum bisa check-in mengingat memang kami tiba di pagi hari sekitar jam 9. Teman-teman delegasi Indonesia kemudian mengajak saya keluar untuk berjalan-jalan sambil menunggu waktu check-in. Saya di 1 sisi sebenarnya sangat lelah karena semalaman belum tidur, tetapi di sisi lain saya juga lapar karena belum sarapan, akhirnya perut mengalahkan mata dan membuat saya menerima ajakan teman-teman untuk keluar cari sarapan.
Sebelum kami berangkat, kami mampir dulu ke toko di depan hotel untuk membeli Opal Card. Kartu Opal Card merupakan merupakan kartu pra-bayar yang dapat digunakan untuk mengakses fasilitas bus, trem dan kereta di Sydney.
Queen Victoria Building adalah tempat tujuan kami untuk sarapan. Gedungnya terlihat tua namun terawatt dengan baik. Kami sarapan ala-alat barat dengan coklat hangat dan sepotong roti croissant yang gurih.
Karena waktunya masih banyak untuk bisa check-in, akhirnya kami memutuskan untuk lanjut saja menjelajahi Kota Sydney. Kami menjelajah ke Observatory Hill Park di mana kami bisa melihat keindahan Sydney Harbor Bridge dan Teluk Walsh.
Masih belum cukup menjelajah, kami memutuskan untuk membeli oleh-oleh meskipun kami sadar sepenuhnya ini baru hari pertama kami di Sydney. Kami pergi ke Paddy’s Market di Kawasan Hay market dekat dengan University Technology of Sydney.
Paddy’s market ini harusnya masuk dalam list wajib kunjungan orang Indonesia yang ingin membawa oleh-oleh dari Sydney. Di Pasar ini, kita bisa menemukan gantungan kunci dan pernak pernik souvenir Sydney ataupun Australia dengan harga yang murah berkali-kali lipat dari tempat lain. Jangan ragu untuk membeli oleh-oleh di sini sebelum menyesal melihat harga benda yang sama dijual di tempat lain.
Kami pun sudah sampai di akhir stamina kami, kami tidak sanggup lagi pergi ke tempat lain kecuali ke kamar kami masing-masing. Akhirnya, kami memutuskan memesan Uber untuk sampai ke hotel, kemudian istirahat untuk mempersiapkan diri memulai Kongres besok.
Hari pertama 23rd Congress on Safety and Heath at Work
Hari ini, 27 November 2023, merupakan hari pertama Kongres. Saya tak sabar untuk dapat ke International Convention Center Sydney (ICC Sydney) tempat 23rd Congress on Safety and Heath at Work akan dilangsungkan.
Kami memutuskan untuk pergi dengan menggunakan trem. Kami berjalan hanya beberapa langkah dari hotel menuju Stasiun Pyrmont Bay. Perjalanan menggunakan trem pun terasa ringan, jauh dari kata penuh sesak meskipun kami berangkat di jam sibuk. Perjalanan trem kami bisa dibilang jarak pendek karena hanya berjarak 2 stasiun. Kami berhenti di Stasiun Exhibition Centre.
Dari Stasiun Exhibition Centre, kami menyebrang dan langsung tiba di Gedung ICC Sydney. Gedung ini merupakan gedung yang megah, dengan fasilitas yang komplit, terletak di pinggir laut namun tidak memiliki lalu lintas yang semrawut.
Kami masuk untuk melakukan registrasi. Kami juga diarahkan ke Loket Fellowship untuk mendapatkan uang saku, alat tulis dan perlengkapan lain. Setelah semua perlengkapan kami dapatkan, kami melanjutkan dengan sarapan di kantin ICC. Menunya kembali adalah croissant kali ini dengan jus apel.
Acara pertama yang kami ikuti adalah Fellowship Welcome. Pada acara tersebut, kami dipersilakan untuk berkenalan dengan fellowship participant dari seluruh dunia. Saya berkenalan dengan seorang profesional K3 yang berkerja di perusahaan minyak di Arab Saudi. Ada juga beberapa peserta dari Negara-negara Afrika.
Pada 23rd Congress on Safety and Heath at Work ini sebenarnya banyak sekali acara yang bisa dipilih oleh peserta. Saking banyaknya sesi materi, sesi-sesi tersebut ada yang berlangsung bersamaan dan berjalan paralel. Sehingga, kita diminta untuk memilih sendiri sesi-sesi yang sesuai dengan minat kita.
Saya pun memilih Sesi Safety as an Investment. Sesi ini saya pilih karena saya pikir sesuai dengan peran saya di pekerjaan saat ini di mana saya harus bisa melakukan negosiasi ke top management terkait dengan program-program safety. Program-program ini sering dipandang sebagai sebuah biaya, nah padahal dengan paradigma yang tepat kita bisa memandang program ini sebagai investasi.
Sesi Safety as an Investment dibawakan oleh Zivsec. Sesi ini menurut saya masih dalam tahap normatif di mana sudah banyak hal-hal yang profesional K3 pahami. Saya menduga sebenarnya ada program advance yang lebih detail terkait perhitungan-perhitungan program safety agar bisa dipandang sebagai investasi.
Sesi selanjutnya yang saya datangi berjudul Transformative Potential of Integrated Technology in Managing Critical Risks and Controls. Sesi ini diisi oleh Josh Bryant dan Adrian Manessis dari Mitchell Services dan MyOsh.
Sesi ini semacam penerapan artificial intelligent yang dikombinasikan dengan kamera pengamatan pada pekerjaan perusahaan penggalian di Australia. Judul Kecerdasaan buatan dan kamera ini mampu memverifikasi kontrol kritis dan high potential event secara otomatis untuk kemudian dilakukan action plan yang tepat.
Building organisational capacity for the safety of work merupakan sesi yang saya ikuti selanjutnya. Sesi ini dibawakan oleh Dr David Provan dari Forge Works. Sesi ini membahas tentang perkembangan keilmuan Keselamatan Kerja dari High Reliability Organisations di Tahun 1989, Safety II di tahun 2008, Safety Differently di tahun 2012 dan terakhir Guided Adaptability di Tahun 2020.
ForgeWorks merupakan konsultan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berfokus pada pengembangan budaya K3. ForgeWorks memeriksa posisi budaya K3 sebuah perusahaan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan oleh ForgeWorks. Kemudian, ForgeWorks akan memberikan saran-saran untuk meningkatkan budaya K3 perusahaan tersebut.
Pada hari pertama ini, saya juga menyempatkan diri untuk membuat safetyzen podcast dengan latar belakang Kota Sydney. Podcast ini mengangkat tema tentang perempuan di dunia keselamatan dan kesehatan kerja.
Sesi hari pertama di ICC Sydney ditutup dengan Opening Ceremony and Welcome Reception. Sesi ini dihadiri oleh hampir semua peserta di Darling Harbour Theatre yang sangat besar. Kemudian, kami ke area perjamuan untuk menikmati hidangan-hidangan yang ada sambil berkenalan dengan peserta yang lain.
Karena kami memilih makanan yang halal-halal saja, maka kami tidak bisa makan terlalu banyak. Hasilnya, kami masih terasa lapar. Akhirnya, kami memilih untuk makan malam di Ikhwan Cafe yang merupakan sebuah restoran halal dengan masakah khas Malaysia. Rasanya cocok dengan lidah orang Indonesia dan harganya yang cukup terjangkau.
Saya menutup agenda di luar hari ini dengan mampir sebentar ke toko Swalayan Coles Pyrmont. Sebenarnya, ada niat untuk membeli coklat atau permen untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Namun, saya kesulitan untuk mencari coklat dan permen dengan label halal. Saya meyakini titik kritis halal untuk coklat dan permen itu rawan, sehingga label halal adalah kewajiban untuk saya cek sebelum membeli. Saya akhirnya hanya membeli beberapa keperluan untuk kebersihan saja.
Selasa, 28 November 2023
Boleh dibilang, transportasi umum di Kota Sydney ini sangat bagus. Mereka mengoptimalkan seluruh moda transportasi umum yang mereka bisa. Ada bus umum, trem, light train, train dan bahkan ada transportasi air yang membuat saya sangat berkesan.
Jam 7 pagi kami sudah berpakaian rapih dan sudah menunggu kapal feri di Pyrmont Bay. Tujuan kami adalah ke Sydney Opera House, sebuah tempat yang telah menjadi landmark dari kota Sydney.
Seperti moda transportasi lain di kota Sydney, kami harus melakukan tapping in untuk dapat menggunakan kapal feri ini. Tentunya, kami menggunakan Opal Card yang sudah kami beli sebelumnya. Ongkos perjalanan menggunakan ferry ini sekitar AUD 7 atau sekitar IDR 70.000. Yang menarik, tidak ada petugas penjaga tiket karcis di sini, jadi kita sebagai pengguna diharapkan menggunakan transportasi umum ini dengan penuh tanggung jawab.
Tidak lama, kapal feri yang saya tunggu datang. Kapal feri yang saya naiki ini bernama Fred Hollows, diambil dari seorang Dokter Mata yang mengabdikan dirinya untuk banyak pasien dengan keluhan mata. Kontribusinya yang dikenang termasuk inisiatif untuk kesembuhan penyakit trakoma yang banyak diderita oleh penduduk asli aborigin.
Kapal Feri Fred Hollows ini berada pada kelas emerald dengan kapasitas maksimum 375 penumpang. Kapal ini menggunakan penggerak dari Yanmar 6AYEM-GT berbahan bakar fosil yang dapat menghasilkan kecepatan hingga 26 knots.
Tujuan saya dalam perjalanan feri ini adalah Dermaga Circular Quay. Sepanjang kapal feri ini, sejauh pandangan mata memandang saya melihat gedung-gedung tinggi menjulang, horizon yang jauh tak terbatas, Camar-camar yang berterbangan, langit yang mendung tapi tidak hujan, dan laut yang biru tanpa ada sampah satu pun.
Suhu di perjalanan terasa cukup dingin karena sinar matahari yang tersembunyi. Angin selatan membuat suasana lebih dingin lagi. Untungnya, saya sudah menggunakan jas yang melindungi saya dari udara yang menusuk. Memang, di negara-negara 4 musim, pemakaian jas ke tempat kerja itu menjadi hal yang biasa untuk melidungi kita dari dingin yang menusuk.
Opera house sydney
Para pekerja yang memakai jas sudah banyak terlihat di Dermaga Circular Quay. Rupanya, mereka merupakan pekerja commuting (pekerja bolak-balik) yang berasal dari sekitar Kota Sydney. Mereka lebih memilih menggunakan transportasi umum karena memang transportasi umum di Sydney se-handal itu.
Kami mampir dulu ke restauran sekitar Circular Quay untuk sarapan. Sebenarnya, agak sulit untuk menemukan restauran di pagi hari, tepatnya jam sekitar jam 7 pagi, di sini. Untungnya, kami menemukan kedai kopi yang sudah buka di dalam dari Circular Quay.
Kami memesan roti dan kopi untuk sarapan. Kami menemukan bahwa ternyata penjual dari kedai ini adalah orang Indonesia. Rupanya, memang banyak sekali orang Indonesia di sini. Kami pun bercakap dengan menggunakan bahasa Indonesia. Si penjaga kedai ini berharap untuk mendapatkan kewarganegaraan Australia setelah beberapa lama tinggal di sini. Saya pun memahami alasan mengapa ia ingin pindah kewarganegaraan.
Sampailah kami ke Opera House Sydney. Bangunan ini telah diresmikan sejak 1957 oleh Ratu Elizabeth II. Bangunan ini berdesain seperti kerang dan diselimuti dengan keramik berwarna gading sehingga sangat mudah diingat. Opera House Sydney telah tidak hanya menjadi simbol dari sebuah kota, tapi ia menjadi sebuah simbol dari Negara Australia atau bahkan menjadi simbol dari benua Australia dan Oceania.
Kami mengambil foto-foto di pagi hari dengan latar belakang Opera House Sydney. Sayangnya, langitnya masih mendung sehingga birunya langit Sydney tidak bisa masuk dalam jepretan foto kami.
Candace Carnahan
Kami segera meluncur kembali ke ICC Sydney untuk mengikuti hari ke-2 Kongres. Ada 1 pembicara yang saya kejar yaitu Candace Carnahan. Beliau merupakan seorang perempuan motivator Keselamatan Kerja.
Kisah Candace Carnahan sebagai motivator Keselamatan Kerja justru dimulai dari kecelakaan. Sekitar 24 tahun lalu, Candace mengikuti program summer job, sebuah program untuk mahasiswa mengisi liburan musim panasnya dengan bekerja. Bayaran di angka USD 10.000 dan pengalaman bekerja tentunya menggiurkan untuk mahasiswa mengambil summer job ini.
Candace mengikut summer job di sebuah pabrik kertas di dekat rumah. Ini merupakan summer job untuk tahun ketiganya.
Di hari kecelakaan, dia merasa hari itu adalah hari yang sama seperti biasa. Dia tidak pernah mengira hari itu akan merubah hidupnya, selamanya.
Hari ini adalah 11 Agustus 1999. Candace berada di dalam sebuah pabrik di mana pabrik itu memiliki suatu area yang terdapat sebuah sistem konveyor sempit yang rata dengan lantai. Semua orang melewati konveyor tersebut dengan melangkahinya, bahkan ketika konveyor tersebut berjalan. Mereka melakukan itu tentunya karena mereka ingin menghemat waktu demi target produksi.
Konveyor itu tadinya memiliki sistem darurat namun dilepas karena setiap ada kertas yang tertahan di konveyor, sistem tersebut akan mematikan konveyor secara keseluruhan. Konveyor itu juga sebenarnya memiliki pelindung keselamatan, namun juga dilepas dengan lagi-lagi alasan untuk mempercepat produksi.
Hari itu, Candace, seperti orang-orang lainnya, melangkah lagi melewati konveyor. Kali ini, langkahnya gagal. Kaki Candace menginjak benda yang salah, di waktu yang salah.
Kaki Candace tersangkut di mesin tersebut selama 4 atau 5 detik sampai seseorang mendengar teriakannya untuk kemudian mematikan mesin. Dia tersangkut di mesin selama 30 detik. Rasa sakitnya sangat terasa bahkan dia tidak mengetahui apakah kaki atau bahkan hanya jempol kakinya masih bersamanya.
Rupanya, langkah kakinya untuk melewati konveyor hari itu merupakan langkah kaki kirinya yang terakhir.
Seorang gadis yang memiliki hobi menari balet, cheerleaders, dan pecinta rok pendek. Kini, ia harus menggunakan kaki palsu.
Dia mungkin kehilangan kakinya, tapi dia menemukan dunia baru untuk mengingatkan seluruh pekerja bahwa keselamatan itu penting, tidak hanya untuk dirinya tapi juga untuk keluarganya.
If you can’t be safe for yourself, do it for the people love you (Jika Anda tidak bisa memilih keselamatan untuk diri Anda sendiri, lakukanlah untuk orang yang Anda cintai).
Uniqlo Sydney
Setelah selesai acara Kongres, saya memberanikan diri untuk nge-bolang menjelajah sebagian Kota Sydney sendirian. Tujuan saya kali ini adalah Mid City Centre yang memiliki jarak 1.3 meter dari ICC Sydney.
Berhubung jarak yang masih relatif dekat dan transportasi umum yang ada juga tidak ada yang langsung ke tujuan saya, akhirnya saya memilih untuk berjalan kaki saja. Selain alasan jarak, berjalan kaki juga merupakan pilihan yang baik mengingat orang Sydney memang suka berjalan kaki.
Betapa tidak, trotoar yang lebar, papan petunjuk yang mudah dipahami, kualitas udara yang baik serta cuaca yang bagus merupakan faktor pendukung yang juga menguatkan untuk berjalan kaki.
Mid City Centre merupakan salah satu pusat keramaian di Sydney yang cukup unik. Brand-brand besar berbisnis di sini padahal tidak ada area parkir yang terlihat. Jalan di depan Mid City Centre hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki dan pesepeda. Sebuah konsep yang unik, yang sulit ditemui di negeri kita.
Satu hal unik lagi, terjadi tidak hanya di Mid City Centre, tapi juga di Mall-mall Australia adalah jam buka mereka seperti jam kerja orang kantoran yaitu jam 9 pagi hingga jam 6 sore setiap harinya. Kecuali, pada hari Kamis, mereka akan buka dari jam 9 pagi hingga jam 9 malam.
Pola jam buka mall seperti ini terjadi karena gaji untuk pekerja di Australia mahal apalagi jika pekerja tersebut diberikan jam lembur. Hal ini tidak seperti di Indonesia yang mungkin pekerja di mall bisa bekerja dalam 2 shift mengingat biaya karyawan di Indonesia tidak semahal di Australia. Khusus di hari Kamis, mereka memiliki waktu banyak di luar karena biasanya hari jumat mereka diperbolehkan WFH.
Setelah selesai berbelanja, saya menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan tim yang ada di Bogor tentang HSE buletin yang akan diterbitkan. Meskipun berada di outdoor yang juga di pusat keramaian, tapi saya masih bisa mendengar suara tim saya dan begitu pula sebaliknya mengingat memang kendaraan bermotor cukup jauh lokasinya dari tempat saya berkomunikasi.
Saya kembali bertemu dengan teman-teman saya di sekitar Mid Centre. Kami sepakat akan 1 hal: perut kami sudah keroncongan. Akhirnya, kami sepakat untuk mencari tempat makan yang halal, enak dan lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat kita berada sekarang.
Pilihan itu jatuh kepada sebuah Restoran Thailand yang bernama ”It’s time for Thai”. Dari semua makanan yang kami makan, kami sepakat bahwa yang paling cocok dengan lidah Indonesia kami adalah sajian ayam fillet dimarinasi dan digoreng tepung serta disajikan sambil ditemani saus Thailand dan rintik hujan dingin Kota Sydney. ”Crispy Chicken With Rice” patut diberikan 5 jempol!
Perut sudah kenyang dan kaki sudah sangat lelah karena dipakai seharian berjalan. Total saya sudah menggunakan 627 kkal, 15.118 langkah dan telah menyusuri 10.44 km dengan kaki saya. Sekarang, waktunya beristirahat ke kamar hotel yang nyaman.
Hari ke-3 konferensi – 29 November 2023
Saya memulai pagi hari dengan niat ingin jogging. Saya termotivasi dengan banyaknya penduduk Sydney yang terlihat bugar karena melakukan jogging di pinggiran pantai. Selain itu, kantor tempat saya bekerja juga sedang mengadakan running challenge dalam rangka Bulan HSE.
Saya jogging sendiri saja karena teman-teman masih asyik dengan mimpinya. Baru kali itu saya merasakan jogging di pinggir pantai yang tidak terasa panas, malah suhu udaranya mirip puncak dengan hujan yang tipis-tipis pula.
Saya melihat beberapa warga lokal di sini berlari dan mencoba untuk menyesuaikan pace jogging saya dengan mereka. Namun, semakin saya kejar ternyata semakin saya lelah untuk mengikuti mereka. Mereka bisa jogging stabil tanpa banyak istirahat sementara saya sedikit-sedikit harus melipir untuk bernafas. Saya merasa harus banyak latihan lagi agar bisa mendapatkan pace lebih baik.
Total saya bisa menempuh 5.88 KM dalam jangka waktu 51 menit. Kalori total yang dibakar adalah 416 KCAL dan pace yang didapatkan adalah 8’45”/KM. Catatan waktu yang cukup baik meski sebenarnya saya yakin saya pernah dan bisa lebih baik.
Pameran poster
Pameran poster yang masuk ke dalam 23rd World Congress on Occupational Safety and Health dimulai hari ini. Saya pasti mencari poster yang saya buat untuk Kongres ini dan tidak lupa untuk mengambil foto sebagai kenang-kenangan.
Saya juga sangat tertarik untuk melihat binatang-binatang asli Australia yang juga dipamerkan dalam Kongres kali ini. Kanguru menjadi binatang yang paling saya ingin temui karena binatang inilah yang menjadi maskot Australia. Namun sayang, saya tidak bisa bertemu dengan Kanguru karena rupanya petugas tidak membawanya.
Saya hanya menemui seekor Koala yang sangat imut dan menggemaskan yang sedang tertidur di atas batang pohon. Hampir saja saya menegur si Koala ini untuk segera menggunakan body harnessnya karena takut terjatuh dari batang pohon, namun saya segera ingat bahwa ini kan seekor Koala.
Vision Zero
Saya kembali ke ruang rapat dan mengikuti sesi tentang ”Vision Zero” yang sebenarnya saya juga baru mendengar terminologi tersebut dalam seminar ini. Vision Zero merupakan sebuah program yang digagas oleh International Social Security Association (ISSA). Vision zero berisi 7 Golden Rules yang bisa diimplementasikan di tempat kerja, yaitu:
- Take Leadership – Demonstrate Commitment! ( Ambil kepemimpinan – Tunjukkan komitmen!)
- Identify hazards – Control risk ! ( Identifikasi bahaya dan kendalikan risiko!)
- Define targets – Develop Programs ( Tentukan target dan kembangkan program!)
- Ensure a safe and healthy system – Be Well Organized! ( Pastikan sistem keselamatan dan kesehatan – Jadilah terorganisir!)
- Use safe and healthy machines and equipment! ( Gunakan mesin dan peralatan yang aman serta sehat!)
- Improve qualification – Develop Competence! (Tingkatkan kualifikasi – kembangkan kompetensi!)
- Invest in people – Motivate by Participation! (Investasi ke orang – motivasi partisipasi!)
Vision zero ini sudah banyak dikenal di berbagai negara terbukti ada perwakilan negara seperti dari Jepang, Malaysia, Singapura dan Australia sendiri yang melaporkan penerapan Vision Zero di tempatnya masing-masing. Adapun, untuk di Indonesia, masih sangat jarang yang menggunkan pendekatan konsep Vision Zero ini.
Mini presentasi
Pilihan acara Kongres ini memang sangat beragam, selain ada acara di ruangan utama, ada juga acara lain di lantai bawah yang berisi pemaparan dari abstrak-abstrak yang dikirim oleh peserta. Saya jujur lebih menyukai sesi presentasi ini karena isi presentasinya bersifat praktikal bukan hanya sebuah teori, selain itu suara pembicara di sini lebih jelas ketimbang seminar di ruang utama, mungkin karena ruangannya lebih kecil dengan peserta lebih sedikit.
Ada beberapa tema presentasi yang menurut saya sangat menarik:
- Inovasi peralatan canggih untuk dapat diterapkan kepada tim Tanggap Darurat
- Inovasi sensor untuk melakukan assesmen ergonomik
- Process Safety Management untuk industry kimia
- Penerapan sederhana mnemonic untuk meningkatkan daya ingat dalam mengidentifikasi bahaya
- NIOSH OEB untuk keputusan manajemen risiko di tempat kerja kita
Saya menyimpan beberapa materi dalam bentuk poster yang terkait dengan tema presentasi di atas, in case ada safetyzen yang ingin tahu lebih banyak mengenai materi di atas, silakan bisa email saya untuk meminta poster yang dibutuhkan.
Serba-serbi
Saya mengamati beberapa detail kecil unik yang sayang untuk dilewatkan untuk diceritakan.
Pada kongres ini, saya menemukan vending machine yang berisi rompi keselamatan. Saya hanya bisa memfotonya tanpa bisa mencobanya. Saya tidak mengerti apakah vending machine ini memang sudah ada sebelum kongres atau memang sengaja baru diterapkan ketika kongres. Satu yang pasti adalah konsep ini menarik diterapkan di tempat project yang memang banyak membutuhkan rompi keselamatan.
Ada juga konsep pembuatan smothies ramah lingkungan. Kita diperkanankan memilih salah satu rasa smothies yang diinginkan, kemudian penjaga stall akan memberikan sebuah blender yang sudah diisi dengan bahan pembuat smoothies dan harus kita letakkan di atas stang sepeda. Kita bisa mengayuh sepeda untuk memutar blender tersebut hingga kekentalan yang kita hendaki. Smothiesnya sehat dan pastinya pembuatanny juga ramah lingkungan!
Australia Night
Acara penutup hari ini merupaka Australia Night yang merupakan jamuan maka malam dan dijadwalkan bertempat di sebuah restaurant yang terletak di samping gedung Opera House Sydney. Kami berangkat dari Dermaga Darling Harbour dengan menggunakan kapal yang disewa khusus panitia untuk seluruh peserta Kongres.
Kami tiba sekitar jam 7 malam namun dengan kondisi yang masih terang. Kami mencoba membangun koneksi dengan orang-orang baru yang ada di event itu karena memang itulah fungsi dari acara dinner. Kami mengobrol dengan utusan Jepang, India, Australia, Nepal, dan lain-lain.
Terlihat masing-masing peserta menggunakan baju khas dari daerah masing-masing. Ada yang menggunakan sari India, ada yang menggunakan kebaya Malaysia, ada yang menggunakan baju tertutup khas Pakistan dan lain-lain. Saya dan rekan menggunakan baju batik yang tentunya sudah dikenal oleh banyak orang bahwa batik itu dari Indonesia. Semuanya tampak bersinar dan mengagumkan!
Kami tidak bisa makan banyak-banyak di sini karena kami harus memilih makanan-makanan yang tidak memiliki kandungan babi atau alkohol. Meskipun sulit, tapi kami mencobanya dan mudah-mudahan tidak ada makanan atau minuman haram yang masuk ke perut kami.
Australia night yang menyenangkan ditutup dengan kembang api yang menghiasi langit di atas Opera House Sydney, sangat berkesan meskipun langit sebenarnya tidak terlalu cerah. Setelah hal-hal menyenangkan tersebut, peserta dipersilakan pulang sekira pukul 11 malam dengan kembali menggunakan kapal yang disediakan oleh panitia
30 November 2024
Pada hari terakhir Kongres ini, saya memulai agenda di Kongres dengan menuju ke lokasi Expert Showcase di Exhibition Hall. Kongres sudah dimulai sejak jam 8 pagi, waktu yang cukup pagi untuk bekerja di Sydney.
Pembicara sesi ini adalah Edman Tam yang menjadi Program Lead Workplaces and Wellbeing dari WayAhead. Dia memberikan materi terkait dengan “Mental Health Stigma Reduction : Bridging the Knowledge/Action Divide”. Dia menyampaikan bahwa untuk melakukan promosi perubahan mental kita harus melakukan compassion (kasih sayang), courage (keberanian) dan hope (harapan).
Saya mampir sarapan sebentar sebelum melanjutkan sesi berikutnya. Saya membeli roti dan jus jeruk dengan harga AUD 13.90. Alhamdulillah, tubuh saya sudah terbiasa untuk tidak makan nasi sehingga sepotong roti pun cukup untuk menjadi sumber kalori saya.
Saya masuk ke Darling Harbour Theatre untuk menghadiri sesi “Safety is Good Business: People, Planet, Profit”. Sesi ini berkonsep talkshow yang diisi oleh pembicara dari pihak pemerintah, akademisi, swasta dan juga praktisi hukum. Pada talkshow tersebut, pemateri memberikan poin bahwa untuk berkembang dari pekerjaan dapat melihat faktor-faktor berikut:
- Psikologi terkait pekerjaan dan kesejahteraan emosional
- Integrasi antara kehidupan dan pekerjaan
- Kesejahteraan sosial dari pekerjaan
- Kebutuhan dasar untuk perkembangan
- Desain pekerjaan dan pengalaman bekerja
- Kesejahteraan mental dan fisik
Hal yang menarik disampaikan oleh Ms Evelyn Loh, pembicara dari Kementerian Tenaga Kerja Singapura. Dia menyampaikan ”TheiOwnWSH Tool” yang berisi tentang kolaborasi antara Safety Climate, Safety Citizenship dan Social Contract:
- Safety Climate : Persepsi bersama, prinsip-prinsip dan praktek di antara pekerja dalam organisasi
- Safety Citizenship : Kecenderungan pekerja untuk bekerja sama dan saling menolong satu sama lain sesuai dengan peraturan perusahaan
- Social contract : Komunikasi informal dan sukarela serta komitmen tidak tertulis di antara manajemen, supervisor dan pekerja kepada aspek keselamatan.
Shahnaz Akhtar yang merupakan Head Community Safety and Information Pakistan adalah pembicara yang saya dengar setelah Evelyn Loh. Shahnaz menyampaikan materi tentang sebuah Studi Kasus Keterlibatan Komunitas untuk Menjadi Komunitas yang Selamat dan Resilient (tahan banting) di Punjab. Ia mendirikan Community Emergency Response Team (CERTs) dan mengembangkannya.
Ada juga Davide Scotti yang merupakan Head of HSE Culture, Communication & Training dari Saipem yang memberikan insight tentang inisiatif “Saipem Safety Day”. Ia menceritakan bagaimana Saipem membuat sebuah marathon seminar yang berisi tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja selama 24 jam penuh.
Saya juga bisa bertemu Ibu Dr Haiyani Rumondang yang merupakan Direktur Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dalam sesi regulator roundtable yang membahas tentang progres regulasi terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja dari masing-masing negara.
Dosen-dosen dari Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Indonesia juga tampak dalam sesi ini. Ada Prof. Fatma Lestari, Dr Bian Modjo dan Dr Mila Tejamaya. Tak lupa kami delegasi Indonesia menyempatkan untuk foto bersama wanita-wanita hebat ini.
Waktu sudah menunjukkan jam makan siang, kami segera mencari makan yang dekat-dekat saja. Kami memutuskan untuk makan di Betty’s Burger yang berlokasi di samping ICC Sydney. Ayam tepung dan burger yang dibuat rasanya cukup mirip dengan yang ada di Indonesia.
Saya mendapatkan penjelasan dari rekan saya bahwa pekerja-pekerja yang menjaga stall restauran di Australia itu kebanyakan adalah pelajar yang mengambil jam kerja paruh waktu. Menurutnya, bayaran yang tersedia lumayan untuk mendukung pendidikan mereka.
Menurut saya, pekerjaan paruh waktu untuk pelajar tersebut menarik untuk dilihat kemungkinannya untuk diterapkan di Indonesia. Hal ini mengingat jumlah pelajar Indonesia yang cukup banyak dan sekaligus juga memberikan pengalaman langsung kepada para pelajar untuk dapat merasakan langsung dunia kerja.
Sesi yang tersedia setelah selesai jam makan siang sebenarnya ada beberapa, seperti:
- Bridging the generational divide: tailored OSH strategis for an inclusive workforce
- Catastrophic disasters and crisi management: real experience, for an uncertain future
- Health and Safety in a Digital Future
- Reaching the Unreached
Dari pilihan-pilihan ini, saya memilih sesi Health and Safety in a Digital Future karena memang saya sangat tertarik pada perkembangan dunia keselamatan dan kesehatan kerja setelah dibantu oleh zaman alat dan internet yang canggih.
Sesi Health and Safety in a Digital Future dikonsep dengan bentuk talkshow. Total ada 7 pembicara pada sesi talkshow ini dari beragam latar belakang perusahaan, organisasi serta pemerintah:
- Andresa Hernandes : Global Head of Occupational Safety – Siemens Ag
- Denis Karakas – TSK
- Jennifer Low – Director Health, Safety, Resilience and Digital Policy ACCI
- Kris De Meester – Manager Health and Safety Affairs, International Organization of Employers, Federation of Enterprises in Belgium
- Pierre Vincensini – IOE
- Ross Trethewy ADCO Constructions
- Wolf Kristen
Beberapa hal menarik terkait dengan perkembangan teknologi di bidang keselamatan dan kesehatan kerja meliputi:
- CSIRO Hexapod yang merupakan robot untuk menguji limbah berbahaya
- Pemantauan tekanan secara online untuk mencegah tekanan blow out
- Sensor untuk mengetahui kematangan concrete (beton) dan kekuatan secara real-time
- Simulasi 3 dimensi untuk pekerjaan-pekerjaan yang berisiko tinggi
- Safescan : aplikasi untuk mengetahui aspek keselamatan dan kesehatan kerja di sebuah tempat
- Rompi safety sensor untuk menjauhkan robot-robot pengangkut barang di pergudangan dari manusia
- IOT untuk membuat Sistem Anti Tabrakan
- Aplikasi untuk memantau seluruh indicator keselamatan dan kesehatan kerja secara 24/7
- Menggunakan artificial inteligent untuk mengurangi risiko 100% dengan tindakan yang diambil di lapangan
- Dll
Kongres ini ditutup dengan Closing Ceremony di Darling Harbour Theatre yang mengumpulkan seluruh peserta Kongres ini. Andrew Gavrielatos selaku Ketua Panitia mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam menyukseskan Kongres ini. Total terdapat 3000 peserta dari 100 lebih negara yang mengikuti Kongres ini.
Sebagai Warga Negara Indonesia, kami tak lupa untuk melakukan perpisahan satu sama lain dan tentunya melakukan foto bersama.
Pantai Bondi
Meski besok harus take off di pagi hari, kami tidak menyia-nyiakan waktu di sore hingga malam hari yang tersisa di Sydney. Kami memutuskan untuk pergi ke Pantai Bondi (baca : Bonday) yang berada di sebelah timur dari Sydney.
Karena transportasi umum di Sydney memang bisa diandalkan, kami memutuskan untuk menggunakan transportasi umum. Kami jalan kaki dari ICC Sydney ke Town Hall sejauh 750 meter dengan menghabiskan waktu 13 menit. Lalu, kami menggunakan kereta listrik T4 ke arah Bondi Junction. Kemudian, kami mengambil bus yang ke arah Pantai Bondi.
Perjalanan dengan menggunakan uber sebenarnya akan lebih sederhana karena memakan waktu hanya 13 menit bandingkan dengan menggunakan transportasi umum yang seperti kami lakukan di atas di mana kami bisa menghabiskan sekitar 40 menit. Kami tetap memilih transportasi umum karena memang tetap nyaman, lebih murah, lebih ramah lingkungan meski harus mengorbankan waktu lebih banyak.
Sesampainya di area sekitar Pantai Bondi, kami mencari makan malam terlebih dahulu. Meskipun matahari sebenarnya masih bersinar di sekitar jam 18 waktu Sydney, namun memang perut kami terbiasa dengan pengaturan jam makan di Indonesia sehingga rasa keroncongan sudah merambat ke otak kami. Hasilnya, kami memilih restauran Oporto untuk menjadi tempat kami makan senja.
Pantai Bondi merupakan pantai yang sangat indah. Pantai Bondi berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik sehingga memiliki ombak yang cukup besar dan angin yang bertiup juga cukup besar. Untuk masuk ke pantai ini, tidak ada loket tiket sama sekali, alias semuanya gratis! Mudah-mudahan pantai di Indonesia juga semakin banyak yang gratis agar masyarakatnya bisa bahagia.
Pantai Bondi memiliki pasir alami yang berwarna coklat. Sayangnya, saya tidak berani untuk mengeksplor pasir-pasir pantai ini karena saya salah kostum dan saya tidak membawa baju ganti. Saya takut nanti kalau saya bermain pasir maka baju saya akan kotor dengan terkena keringat. Hal ini tentu tidak nyaman mengingat nanti saya harus kembali dengan transportasi umum kembali.
Setelah puas berfoto ria di Pantai Bondi, kami kemudian balik kanan ke arah hotel. Namun sebelum itu, kami mampir dulu ke Mall Westfield Bondi Junction. Karena hari ini hari Kamis, maka Mall buka sedikit lebih malam. Kami menyempatkan mencari barang-barang yang memang sulit ditemukan di Indonesia dengan harga yang sebenarnya tidak terlalu jauh juga dibandingkan dengan yang di Indonesia.
Kami pun lanjut naik transportasi umum dari Bondi Junction untuk ke hotel kami. Kami harus bersiap mengemas barang untuk jadwal penerbangan kembali ke Jakarta esok hari.
Jumat, 1 Desember 2023
Sebenarnya, masih ada rangkaian acara Kongres di hari ini yaitu kunjungan lapangan untuk melihat implementasi K3 di beberapa tempat. Namun, entah bagaimana, panitia malah membuat booking pesawat kami di siang hari pada 1 Desember 2023 di mana tidak mungkin kami bisa mengikuti kunjungan lapangan tersebut.
Saya sudah coba korespondensi dengan panitia sebelumnya namun mereka hanya bisa meminta maaf dan mengakui kesalahannya dalam membuat jadwal booking. Sedangkan, jadwal penerbangan pesawat yang sudah dibuat sebelumnya tidak bisa lagi mereka ubah karena sudah terlalu mepet.
Kami memutuskan untuk jalan-jalan ke tempat yang dekat dengan hotel saja yaitu Pirrama Park. Taman ini berhadapan langsung dengan White Bay. Air biru yang jernih, langit biru yang mempesona, matahari yang bersinar indah dan udara yang segar membuat pengalaman yang sangat unik dan rasanya sulit untuk kami temukan di Indonesia.
Ternyata, barang kembali dari Sydney lebih banyak dari barang yang saya bawa dari Indonesia. Saya terpaksa membeli tas dengan resleting untuk membawa barang-barang baru ini. Tas tersebut saya beli di toko depan hotel dengan harga yang lebih mahal daripada yang saya temui di Paddy’s market. Ini menjadi pelajaran buat saya untuk membawa 1 koper kosong apabila jalan-jalan ke luar negeri.
Waktu yang dinantikan telah tiba, kami harus mengucapkan ”Selamat Tinggal Sydney!”. Sebelum berangkat, saya sempat mengucapkan doa agar mudah2an suatu saat bisa belajar lagi di Sydney, insya Allah.